Selasa, 18 Agustus 2015

Ima's World: Ima's World: CERPEN : SURAT KALENG

Ima's World: Ima's World: CERPEN : SURAT KALENG: Ima's World: CERPEN : SURAT KALENG : Cerita ini mengingatkan ketika masa - masa SMP.... Hope you can enjoy this ;-) happy reading all :-...

Ima's World: Ima's World: CERPEN : SURAT KALENG

Ima's World: Ima's World: CERPEN : SURAT KALENG: Ima's World: CERPEN : SURAT KALENG : Cerita ini mengingatkan ketika masa - masa SMP.... Hope you can enjoy this ;-) happy reading all :-...

Senin, 03 Agustus 2015

Ima's World: CERPEN : SURAT KALENG

Ima's World: CERPEN : SURAT KALENG: Cerita ini mengingatkan ketika masa - masa SMP.... Hope you can enjoy this ;-) happy reading all :-)  SURAT KALENG Cinta itu begitu s...

Ima's World: Amazing - You

Ima's World: Amazing - You: It’s Amazing How one person can change my life Never.. never.. never forget Gimana persaanmu kalau ada yang kirim kata-kata di bawah in...

Ima's World: Amazing - You

Ima's World: Amazing - You: It’s Amazing How one person can change my life Never.. never.. never forget Gimana persaanmu kalau ada yang kirim kata-kata di bawah in...

Ima's World: CERPEN : JUST LOVE ME

Ima's World: CERPEN : JUST LOVE ME: Just Love Me Jarak antara aku dan kamu itulah yang membuat pertemuan ini semakin manis. Rasa penasaran keberadaamu. Rasa marah at...

Ima's World: CERPEN : I LOVE YOU

Ima's World: CERPEN : I LOVE YOU: I Love You Bukankah waktu adalah keajaiban,yang setiap detiknya penuh kejutan. “Emh…” “Pulang sekarang?,”Callysta mengulang lag...

Kamis, 30 Juli 2015

CERPEN : SURAT KALENG


Cerita ini mengingatkan ketika masa - masa SMP.... Hope you can enjoy this ;-) happy reading all :-)

 SURAT KALENG

Cinta itu begitu sempurna menawanku dalam ilusi tak bertepi tentangmu. Dan aku merutuki nasibku kini. Membayangkanmu yang tak pernah tahu tentang isi hati ini. Aku menyayangimu. Sangat. Sejak pertama kali aku mengenalmu. Sejak aku tahu itu kamu. Sejak pertama kali, aku tahu namamu. Dan aku tak mampu menghentikan semua rasa sayang itu meskipun aku tahu kamu takpernah peduli tentangku.
Tak pernah ku katakan langsung padamu memang kalau aku menyayangimu, tapi setidaknya ku ingin kamu mengerti tentang perasaan inimelalui setiap gerak tubuhku di depanmu. Tapi lagi dan lagi, tak pernah kamupeduli. Bahkan ketika aku bilang, aku suka kamu dengan terang-terangan, tak sedikitpun kamu membalasnya. Tak ada respon. Atau kamu mengangapku pengecut karena hanya  berani mengatakannya melalui tulisan. Tapi harusnya kamu paham. Aku sudah berusaha keras mengatakansemua itu, walau harusnya bukan aku yang memulai. Karena aku wanita.

“Udahlah bilang aja Mi, kalau kamu emang suka dia,”Rahma menyikutku.Melihat raut wajahku yang salting setiap kali melihatnya dari kejauhan.
“Tapi aku nggak mungkin bilang Ma,”Kataku dengan nada gugup.Tapi mataku tak mampu berkedip melihat sosoknya yang sedang berdiri mengambilsepeda di parkiran.
“Membosankan dech, sampai kapan kamu mau petak umpet nggakjelas begitu,”Rahma manyun sembari menjitak kepalaku.
Aku meringis mengusap kepalaku yang kena jitak Rahma. Tak berkomentar dan tetap menatap sosok Heidy yang siap meluncur dengan sepedanya.
“Heidy mau pulang ya,”Rahma mendadak berteriak memanggilnya.Dia menoleh tersenyum. Aku meleleh. Kakiku seperti tak menginjak bumi. OH MYGOD RAHMA!!!!!! Bodohnya kamu harus meneriaki Pangeranku.
“Iya, kamu belum pulang,”Sahutnya sembari mengayuh sepedanyamenuju kami. Wajahku sudah seperti kepiting rebus mungkin sekarang.
“Belum Dy, sebentar lagi, mau ngerjain PR fisika dulu barengputri cantik ini,”Rahma menjawab nyengir sembari menyenggolku. Aku takmerespon.
“Oh,”Heidy berkomentar pendek. “Ya udah aku balik duluan ya,dagh…”
“Dagh…,”Balas Rahma. Dan lagi-lagi aku sukses menjadi patunghidup.
“Aduh gimana si kamu Mi, padahal itu kan kesempatan… kamutauk nggak Heidy itu kan pintar fisika, harusnya tadi kamu ajak dia ngerjain PRbareng,”Rahma ngomel-ngomel padaku setelah Heidy hilang dari pandangan.
“No way.. aku bakal pingsan kalau dia ikut ngerjain PRbareng kita, ngliat dia aja aku udah berasa nggak nginjek bumi,”Sahutku.
“Ami lebay dech, hmph… nyesel tadi nggak ngajakin Heidy,”Rahma menghembuskan nafas kesal.
“Alhamdulilah Heidy udah pulang,”Senyumku.
“Katanya naksir kok malah alhamdulilah siy?,”Rahma bertanya heran mendengar ucapanku barusan.
“Nggak nahan Rahma liat muka gantengnya,”Ucapku.
“DASAR AMI, AYO NGERJAIN PR,”Dia menarik kepang rambutku.
Aku hanya meringis mengekor langkah Rahma kembali masukkelas.

Hari ini aku datang kepagian. Kelas masih sepi. Aku baru saja meletakkan tas, ketika ku lihat ada seseorang memasuki kelas. Ku kira ituTya, karena biasanya itu adalah dia yang sering datang pagi. Tapi ini …. Heidy.
Aku segera menunduk pura-pura membuka tasku. Salting lagi.Aku selalu saja salting setiap kali melihatnya, meskipun aku bahkan tak bicaraapa-apa.
“Ami, kamu punya lem dan gunting?,”Tiba-tiba dia.. diaberdiri disampingku!!!
Aku mendongakkan kepalaku. Heidy. OH MY GOOD, RAHMA WHERE ARE YOU???
“I.. iya aku punya kok,”Jawabku gugup.
“Boleh pinjam? Untuk tugas kliping, punyaku belum selesai,”Ujarnya.
“O..Okay..,”Jawabku lagi-lagi dengan nada gugup sembari membuka tempat pensilku. “Ini”
“Makasih, pinjam dulu ya,”Dia kembali ke mejanya. Aku langsung terduduk di kursi. Deg-degan dengan yang terjadi barusan.
“Pagi Ami, “10 menit kemudian Rahma nongol.
Aku masih duduk di kursi, membuka buku PR fisika ku, untukmelupakan peristiwa sepuluh menit lalu.
“Kok tumben Ami-ku pagi ini menjadi pendiam dan rajinbelajar,”Tanya Rahma sembari meletakkan tasnya di kursi depan meja Ami.
“Temenin ke toilet yuk Ma,”Aku langsung menarik tangan Rahma. Rahma yang kaget ditarik langsung ngikut begitu saja.
“Tadi Heidy pinjam gunting sama lem Ami buat ngerjainkliping,”Ceritaku begitu sampai di toilet.
GUBRAK. Rahma geleng-geleng kepala, tertawa mendengar cerita polosku. “Terus?”
“Ami kaget banget Rahma, nggak nyangka, mana tadi cuma berdua di kelas doang,”Cerita ku.
“Terus?,”Tanya Rahma lagi.
“Ya Ami kasih pinjem, tapi Ami malu banget, pasti tadi mukaAmi merah banget,”Ceritaku sembari menutupi kedua pipiku yang merah terbayang insiden peminjaman lem dan gunting tadi.
“Terus?”
“Aduh Rahma kalau terus-terus nabrak ntar,”Aku pura-puramanyun pada Rahma.
“Hahaha.. ya udah.. jadi ke toilet nggak? Aku juga belum ngerjain klipingnya nich”
“Udah, Ami Cuma mau cerita tadi doang kok,”Kataku.
“Dasar Ami!!!!!!,” Rahma menarik kepang rambutku.

“Ami, ku pinjem guntingmu dong,”Rahma menoleh ke mejaku (Rahma duduk di kursi depan mejaku).
“Iya sebentar,”Aku membuka tempat pensiilku. Tapi gunting itu tak ada. Aku membuka kantong depantasku, mungkin ku taruh disana.tidak ada. Lalu aku ingat sesuatu. “Oh iya Ma,masih dipinjem sama heidy,”Ujarku.
“Ambil gih, aku mau pinjam dong, klipingku masih belumselesai nich, mana habis istirahat lagi,”Kata Rahma.
“Rahma aja yang ambil, Ami malu,”Jawabku.
“Haduh Ami, ini kan kesempatan .. ayo sana,”Kata Rahma.
“Tapi…”
“Ayo Ami, kamu tega ya sama aku,Ami jahat, katanya kita sahabat,”Rahma pura-pura merajuk.
Aku akhirnya berdiri dengan malas, berjalan gugup menghampiri meja Heidy. Cowok ganteng itu sedang mengobrol dengan Eko temansemejanya.
“Heidy,”Panggilku pelan.
Dia menoleh. “Iya ?”
“Erm.. aku mau ambil gunting, udah selesai belum pakainya?,”Tanyaku pelan sembari menunduk tak berani menatap wajahnya.
“Oh iya, udah Am, sama lemnya, makasih ya,”Dia mengulurkan gunting dan lem yang diambil dari laci mejanya.
“Iya sama-sama,”Balasku gugup sembari berbalik ke mejaku.Disana ku lihat Rahma sedang menahan tawa melihatku. Hmph.. Heidy.. kamu selalu mebuatku salting. Selalu.

“Kamu bilang ajalah Mi, kalau kamu itu suka dia,”Saran yang sama keluar dari mulut Rahma ini untuk entah keberapa kalinya.
“Tapi aku malu Ma, takut Heidy ternyata nggak suka sama akugimana? Masa cewek yang nembak cowok,”Kataku.
“Tapi sampai kapan mau begini Mi, kamu nggak akan pernahtahu kalau dia suka sama kamu atau nggak, “Ujar Rahma.
“Iya siy, Cuma…,”
“Cuma Ami terlalu malu untuk ngomong,”Potong Rahma.
“Ngliat dia aja Ami udah salting apalagi disuruh ngomong,”Ujarku.
Rahma terdiam dan melanjutkan membaca majalah. Aku  lalu sibuk berkutat dengan buku PR-ku. Siang ini, Aku sedang main di rumah Rahma. Mengerjakan PR Fisika. Seperti biasa untuk masalah Fisika, Aku selalu nyerah. Aku selalu saja pusing melihat rumus-rumus dibuku. Dan Rahma selalu berbaik hati meminjamkan buku PR-nya untuk ku contek.
“Aduh.. majalah pinter.. ,“Tiba-tiba Rahma berseru.
Aku  mengangkatwajahnya dari kegiatan menulis. Mengernyitkan dahi melihat Rahma yang sedang tersenyum senang melihat majalahnya.
“Nih Am, ada ide jitu untuk orang yang lagi jatuhcinta,”Kata Rahma sembari menunjuk majalah yang di bacanya.
“Maksudnya?,”Tanyaku.
“Pake surat kaleng Am,”Kata Rahma.
“Surat kaleng?,”Akumengernyitkan dahi. Berdoa dalam hati,semoga otak Rahma tidak kenapa-napa.
“Iya Am,”Rahma berseru dengan semangat. “Itu solusi yang jitu buat kasus kamu”
“Surat yang dimasukin di kaleng gitu? trus apa hubungannya denga norang jatuh cinta?,”Tanyaku bego.
“Surat kaleng itu cuma istilah Ami, surat kaleng itu artinya surat yang dikirim tapi tanpa identitas yang jelas gitu,”Jelas Rahma.
Aku mengangguk-angguk saja mendengar penjelasan Rahma.
“Ami kirim surat kaleng aja buat Heidy, bilang kalu kamu suka Heidy, nanti kita lihat respon dia gimana,”Kata Rahma tersenyum senang.
“HAH?????,”Aku melongo memdengar sarannya. “NGGAK AH, MALU,”Tolakku mentah –mentah.
“Nggak apa-apa Am, ayo kita bikin, besok kita kasih,”UjarRahma bersemangat, mengabaikan protesku barusan.
Rahma langsung masuk ke kamarnya dan tak lama keluar dengan Binder berisi kertas warna-warninya.
“Ayo kita tulis Am,”Ajaknya. “Kira-kira isinya gimana ya?”
“Terserah Rahma ah, lagian siapa yang mau ngasih surat itu? Trus gimana ngasihnya? Trus kalo surat itu tanpa identitas yang jelas nanti gimana Heidy balasnya?,” Aku memberondongnya dengan pertanyaan.
“Rahma yang bakal ngasih, masukin di tasnya pas jam istirahat, trus bilang kalau dia mau tahu ini siapa, kita ketemu di taman pashari Sabtu sehabis pramuka., “Senyum Rahma.
“Trus Rahma yang ketemuan ma Heidy dunk,”Ucapku.
“Ya nggak lah, kamu lah Am, nanti kalau ketemu langsung,kamu bilang kalu kamu suka dia, jangan ditunda-tunda Am, sudah ayo kitabuat,”Rahma mulai mencoret-coret kertasnya. Mencari kalimat yang tepat.
“Kamu yang tulis ya Am, tulisanmu kan bagus,”Kata Rahma.
“Nggak ah, tulisan Rahma aja, Ami mau ngerjain PR keburu sorentar ,”Aku cuek dan kembali berkutat dengan PR-ku. Aduh Sahabatku ini ada-ada aja.

I really loveyou, Heidy. You know, I was fallin love with you since we meet at first sight.If you want to know about me, you can go to City Park at Saturday,  5 p.m
From ,
SecretAdmirer
Aku mengernyitkan dahi membaca suratkaleng made by Rahma.
“Gimana ? Bagus kan?,”Tanya Rahma tersenyum puas sembari menutup spidolnya.
“Pake bahasa inggris segala siy Am, kalau salah grammar malukita,”Ujarku.
“Kan biar keren Am,”Kata Rahma.
“Terserah Rahma dech,”Ujarku mengembalikan surat itu pada Rahma.“Aku mau pulang ya”
“Hm.. Ami kok nggak semangat gitu siy, padahal Rahma kan berjuang demi Ami,”Kata Rahma.
“Iya Rahma, tapi Ami malu, nggak kebayang ekspresi wajah Heidy saat baca surat itu, terus kalau dia tahu kita yang bikin Heidy bakal gimana?Sekarang aja Heidy cuek banget sama Ami, pasti dia bakal tambah cuek banget samaAmi kalau nanti dia tahu surat itu Ami yang buat, dan Ami yang suka sama dia,”Ucapku panjang lebar.
“Ami tenag aja, serahkan pada Rahma, “Senyum Rahma mantap.

Sesosok gadis berjilbab biru muda mengendap-ngendap ketika jamistirahat. Matanya melirik kanan kiri penuh waspada keadaan sekelilingnya. H2Csemoga tak ada yang melihat aksinya. Dia segera melesat bagaikan tikus pencuri keju ketika memastikan keadaan aman. Tas hitam di meja no 2 dari belakang itu sasarannya. Sreettt.. pelan dia membuka tas itu dan HAP, amplop biru muda itumasuk ke dalam tas itu dan secepat tikus lagi dia keluar dari ruangan.
“Gimana Ma, sukses?,”Tanyaku.
“SUSKES,”Rahma mengacungkan kedua jempolnya. “Yuk ke kantinsekarang Ami traktir Rahma sebagai keberhasilan misi kita,”Rahma menarik tanganku.
Aku mengernyitkan dahi, Rahma aneh-aneh aja. Dan traktir??? Permensatu aja y a, Ma…. :-p

Heidy tampak heran begitu melihat amplop biru di dalam tasnya.Apaan nich, tanyanya dalam hati.
“Surat cinta Dy?,”Ku dengar Eko temannya menggoda, hendak merebut surat itu. Heidy segera memasukkanya kembali ke dalam tas.
“Bukan, itu amplop kakakku, kayaknya tadi kebawa,”Jawab Heidypelan.
“Oh.. kirain Heidy dapet surat cinta, dari Tami,”Tawa Eko.
Aku yang mendengar percakapan itu merasakan mukaku memerah. Tami,aduhh.. itu kan teman sekelasku juga. Si cewek jutek yang selalu membuatkukesal. Masa aku saingan sama dia siy. Tapi sekarang apa yang ada di pikiranHeidy ya nanti begitu membaca surat itu. Aku deg-deg-an setengah mati. Kulihat Rahma sedang sibuk menghafal sejarah di meja depanku. Mulutnya komat-kamit menghafal, ku urungkan niatku untuk curhat apa yang barusan ku dengar.

Hari ini hari Sabtu. Sudah 2 hari Heidy tak masuk karena sakit.Aku lupa kalau hari ini Rahma mengajakku ke taman kota untuk mencari jawaban cintaku. Makanya aku kaget ketika dia mencegatku di parkiran sepeda seusailatihan pramuka.
“Kan Heidy udah 2 hari nggak masuk Ma, dia masih sakit, jadi ngga kmungkin datang,”Ujarku.
“Ya, ikhtiar dulu Ami, dateng nggak dateng yang  penting ke sana dulu, siapa tauk ini hari yang tepat untuk menemukan jawaban cintamu,”Kata Rahma semangat 45.
“Trus kalo dia dateng mau ngomong apa?,”Kataku. Nggak kebayang kalo ngliat muka Heidy di depanku trus aku suruh bilang,”Heidy, aku suka samakamu” OH MY GOD!!!!!
“Itu urusan nanti, pokoknya kita kesana dulu,”Kata Rahma
 “Tapi… ,”Aku berkata ragu.
“Rahma kan sudah berjuang jiwa dan raga menaruh surat itu,mempertaruhkan harga diri Rahma, dan sekarang Ami yang Rahma perjuangin malahbegini, Rahma kecewa,”Suara Rahma terdengar sedih. “Ya udah kita pulang, tapi besok-besok Rahma nggak mau dengar Ami ngomongin  Heidy lagi”
Aku menatap punggung Rahma yang menjauh menuju sepeda mini merahnya yang terpakir 2 meter dariku. Sedih juga melihat Rahma sahabatku yangsuper semangat itu loyo.
“Rahmaaa,”Aku berteriak memanggil namanya.
Dia tak menoleh dan siap mengayuh sepedanya. Pulang.
“Ayo ke Taman,”Ucapku.
Wajah itu bersinar, “Sungguh?”
“Ayoo…,” Ucapku.
Apa yang akan terjadi, tanyaku dalam hati sembari mengayuh sepedabersama Rahma menuju taman kota.

Sebentar lagi Adzan Maghrib akan berkumandang. Sudah setengah jam duduk mengobrol diatas sepeda yang terpakir menunggu sang Pangeran. Tapi takada hasil. Heidy tak muncul.
“Tuh kan Heidy nggak datang,”Ujarku lega.
“Yah,..,”Suara Rahma terdengar kecewa. “Nggak seru nich”
“Pulang ya Ma, udah mau maghrib nich,”Ajakku.
“Bentar lagi dech,” Kata Rahma.
“Haduhh.. Heidynya lagi sakit jadi nggak bakal dateng, lagian kita juga janjiannya nggak jelas di taman sebelah mana..,”Ujarku.
“Tapi emang Heidy nggak nongol, Rahma udah muterin nich taman tadisekalian beli Es, dan Heidy emang nggak ada, nggak ketemu, nggak ngeliat,”Kata Rahma bercerita dengan kecewa karena misinya gagal.
“Ya udahlah Rahma kapan-kapan aja, alhamdulilah juga kan Heidy nggak datang, Ami kan bingung kalau dia nongol mau bilang apa,”Ujarku.
“Ya udah yuk pulang, besok Rahma bikin surat kaleng part IIdech,”Ujar Rahma mencoba optimis lagi.
Aku hanya mengendikkan bahu, “Terserah Rahma”

Ketika kami berbalik pergi, ada sebuah senyum disana. Dia sudah disana sejak tadi mendengarkan apa yang aku dan Rahma obrolkan. Itu Heidy. Dan aku tidak tahu, apa yang sedang ada di benaknya sekarang. Dan aku masih haru smenunggu jawaban apakah dia menyukaiku atau tidak???

--- END---




Amazing - You

It’s Amazing

How one person can change my life

Never.. never.. never forget
Gimana persaanmu kalau ada yang kirim kata-kata di bawah ini ???
Apa yang ada di benakmu sebagai seorang cewek kalau ada yang kirm kata-kata puitis begini ?
Meskipun pada akhirnya kita hanya teman.. i never forget how sweet he is.. :-) 




How a smile from u can erase everything bad

How life sems less scary when you’re at my side



It’s phenomenal

How I survive before I know u

How, whenever I’m with u it’s like a great new adventure



It’s beautiful

How my feeling can be unconditional

How learning about u is like

How loving u is not easy



And I’m so thankful that I’m able to know this

AMAZING

PHENOMENAL

BEAUTIFUL girl

And Because …. I …. L …. U

CERPEN : JUST LOVE ME




Just Love Me
Jarak antara aku dan kamu itulah yang membuat pertemuan ini semakin manis.
Rasa penasaran keberadaamu. Rasa marah atas kehilanganmu dan akhirnya rindu itu menumpuk. Terus menumpuk meskipun ku abaikan.
Aku memahaminya sebagai posisi tersakiti ketika menjalaninya. Tapi aku tak mampu menanam kebencian padamu, meskipun kamu melukaiku.
Dan kini ketika kita harus berjumpa. Saling menatap. Saling terkejut. Entahlah. Semuanya menguap begitu saja.
Dan ketika bahumu memelukku. Aku tahu. Semuanya membuat pertemuan begitu manis. Ada banyak hal yang perlu kita jelaskan. Agar tak ada rasa marah lagi dia antara kita. Agar jika ketika berpisahpun, tak menyisakan kenangan menyakitkan.

Tapi pada akhirnya ku tahu.. takdir selalu menuntun langkahmu. Membawamu ke tempat yang tepat.


Lost Contact. Sudah berapa bulan ya? 3 bulan mungkin. Aku membuka malas inbox FB-ku. Tak ada notif darinya. Kemana siy dia? Aku sign out dari FB. Melempar HP-ku ke Bantal. Kesal. Sudahlah Rima, he was married now. Maybe.

Aku memeluk lututku. Menangis.ku biarkan air shower yang dingin menyiram tubuhku. Biarkan Tuhan, biarkan seluruh perasaan itu luruh. Aku baru saja melihat sebuah foto yang indah. Foto prewed Alvin dan Sherly!!!

“Kita harus menikah sekarang.. kapan lagi?,”suaranya menggelegar dan mengintimidasiku.
Oh… Tuhan.. kenapa lagi dengan Mr. Angry ini? Belum puas dia membunuh perasaanku. Berselingkuh dibelakangku selama 3 tahun ini, menduakanku, menyakitiku secara fisik juga. Cukup!!! Aku mempertahankannya karena aku tak tega melepasnya dengan seluruh hal yang telah kami lalui bersama. Tapi kini aku telah lelah Tuhan. Aku sudah berselingkuh juga dengan perasaanku. Karena Mr. Angry menanamkan rasa sakit fisik dan batin yang luar biasa, semua rasaku telah menguap begitu saja. Aku justru merindukan teman chatku yang juga kini telah meninggalkanku.
“Terserah,”Aku hanya mengucapkan kata itu.
“Kamu itu..,”Sumpah serapah keluar dari mulutnya. Aku hanya memejamkan mata. Menangis. Dan aku tahu, tangisanku tak pernah meredam amarahnya.
Plakk.. tangannya ringan menampar pipiku. Aku tergugu. Ku mohon Tuhan. Aku letih. Aku ingin mati.. oh.. apakah sudah dijamin masuk surga? Gelap. Aku tahu tangisanku telah berhenti.
“Kamu itu wanita..,”Ahh sudahlah. Ketika aku membuka mata, wajah Mr. Angry menyambutku. Khawatir dan marah.
Peduli apa dia mengkhawatirkanku. Dia yang membuatku terluka atas seluruh sikapnya dan yah perilakunya.
“Maaf De”
“Tidak apa-apa”
“Aku ingin menikahimu”
KalRimat itu lagi.
Aku hanya menghembuskan nafas. Letih.
“Kamu belum siap? Ya sudahlah..”
Ahhhhh…… aku tak pernah bisa menjadi wanita tega.
“Lakukan saja..,”Ujarku lirih. Aku tahu aku harus mengorbankannya. Mengorbankan perasaan ini. Tak apa jika itu tak menyakiti orang lain.


Aku memucat ketika melihat orang yang baru saja kutabrak. Wajah ini, aku seperti mengenalnya.
“Kak Alvin..,”Refleks aku berkata lirih.
“Rima?,”Matanya menatapku penuh arti.
“Kakak disini?,”Tanyaku.
Dia mengangguk. “Kamu? Di Jakarta ngapain?”
“Emh..”
Entahlah hari ini aku bolos kerja. Kakiku membawa langkahku menyusuri  Jakarta. Tadinya aku mau melihat pantai, tapi entah mengapa aku justru melangkah ke monas.
“Kakak juga ngapain?,”Aku balik melempar Tanya.
“Aku habis antar teman,”Ujarnya.
Aku mengangguk. Kami hening beberapa menit.
“Sendirian?,”Tanyanya.
Aku mengangguk.
“Mau ku temani jalan?,”Tanyanya.
“Tidak, terRima kasih,”Ujarku tersenyum kecil. Sudahlah. Aku hampir menikah 1 bulan lagi. Aku sudah membunuh perasaanku. Menguburnya dalam-dalam.
“Please.. just for one chance..,”Ujarnya.

Akhirnya aku sudah duduk di mobilnya. Di dashboard mobilnya ada boneka kecil sepasang beruang. Sherly dan Alvin, aku menebak-nebak maksud boneka itu.
“De..,”panggil Alvin, karena aku diam saja.
“Iya..,”Sahutku.
“Mau kemana?,”Tanyanya.
“Kemana saja.. kakak tahu kota ini lebih daripada aku.. I am a tourist,”Ujarku.

“Sudah menikah?,”Tanyaku saat kami berhenti makan siang.
Perjalanan di mobil sangat hening sejak tadi. Entahlah, mungkin kami sama-sama sedang menahan perasaan.
Alvin hanya tersenyum. Aku mengigit bibirku. Oke, aku memahaminya. Tak ada jawaban.
“Kamu?,”Dia bertanya.
“Sebulan lagi,”Aku menjawab pendek.
Aku melihat tatapan sejenak berubah. Entahlah apa artinya.
“Nggak dihabisin?,”Tanyanya begitu melihat aku meletakkan sendok garpuku dan menyeruput minuman.
Aku menggeleng. Sudah 2 minggu ini aku kehilangan selera makanku. 2 hari lalu aku ke dokter dan menemukan berat badanku turun drastis. Tapi aku tak bisa, aku kelewat stress. Melihat makanan enak pun tak mampu menggugah seleraku.
 “Makanannya nggak enak?,”Tanya Alvin.
Aku menggeleng lagi,”Aku kenyang. Itu saja”
Alvin bersikeras membayar makanannya meskipun aku bilang aku saja.
Ketika di parkiran kepalaku mendadak pusing. Aku berhenti sejenak menyentuh dahiku. Berdenyut-denyut. Pandanganku mulai tak focus. Alvin menyadarinya. Menghampiriku.
“Kamu kenapa de?,”Tanyanya.
“Nggak apa-apa Kak,”Jawabku pelan.
“Sungguh ?,”Tanyanya khawatir.
Aku mengangguk.
Alvin memapahku jalan ke mobil. Tuhan… aku menyukai tangannya melingkar di bahuku. Aku bisa mencium aroma parfumnya. Deg. Perasan apa ini Tuhan.
“Kita ke dokter dulu ya?,”kata Alvin begitu di mobil.
“Hei.. aku kesini buat travelling, bukan buat berobat kak,”Tawaku.
“Tapi kamu pucat,”Ujarnya.
“Please..,”Ujarku menatapnya.

Entah mengapa aku justru terisak-isak di pelukannya sekarang. Kami akhirnya memutuskan ke Apartemen Alvin dulu mengambil sesuatu yang entah katanya ketinggalan.
Begitu pintu apartemen dibuka, aku melangkah masuk dan aku langsung jatuh terduduk.
Alvin langsung berjongkok menanyakan kondisiku. Tapi aku malah menangis. Entahlah, air mataku seperti keran bocor. Mengalir begitu saja.
“De.. kamu kenapa?,”Alvin bertanya khawatir.
Aku tak bisa bicara. Hanya terisak semakin keras. Tuhan… aku merasa sangat sesak. Letih. Aku perlu bicara.
Alvin membimbingku ke sofa. Memberiku segelas air. Sedikit menenangkanku.

“What happen?,”Dia menatapku.
Aku menggeleng.
“De… please ku mohon katakan saja… aku nggak tahan lihat kamu menangis,”Ujarnya. Kulihat sorot matanya khawatir, memohon agar aku mengatakan sesuatu.
Aku mungkin harus mengatakannya sekarang. Mungkin kami bahkan tidak akan pernah bertemu lagi.
“Aku kangen kakak,”Ujarku.
Dia terkejut pada keterusteranganku.
Aku tersenyum lemah. “Jangan kaget begitu”
“I miss you so much..,”Lirihnya.
“TerRima Kasih,”Ujarku. Air mataku runtuh lagi.
Alvin memelukku lagi.
“Tell me.. semuanya..,”Ujarku di sela tangisan
“Kamu mau aku ngomong apa de?,”Tanyanya.
Katakan kakak nggak akan ninggalin aku. Katakan pelukan ini untukku. Katakan kakak menyayangiku.
“Apa saja,”Itu yang terucap.
Jarak antara aku dan kamu itulah yang membuat pertemuan ini semakin manis.
Rasa penasaran keberadaamu. Rasa marah atas kehilanganmu dan akhirnya rindu itu menumpuk. Terus menumpuk meskipun ku abaikan.
Aku memahaminya sebagai posisi tersakiti ketika menjalaninya. Tapi aku tak mampu menanam kebencian padamu, meskipun kamu melukaiku.
Dan kini ketika kita harus berjumpa. Saling menatap. Saling terkejut. Entahlah. Semuanya menguap begitu saja.
Dan ketika bahumu memelukku. Aku tahu. Semuanya membuat pertemuan begitu manis. Ada banyak hal yang perlu kita jelaskan. Agar tak ada rasa marah lagi dia antara kita. Agar jika ketika berpisahpun, tak menyisakan kenangan menyakitkan.
“I love you de… please.. berhentilah menangis.. sungguh aku nggak ngerti kenapa kamu begini?”
“Jangan bilang cinta kak.. kakak udah ada kak Sherly kan?”
Alvin diam saja. Tangannya tetap memelukku. Dan aku seolah membeku tak melepas pelukannya.

Entah berapa menit aku terisak di pelukannya. Aku melepas pelukannya. Tangan Alvin masih memegang bahuku. Mata kami bertemu. Aku pasti jelek banget habis nangis. Aku menunduk. Tapi Alvin mengangkat wajahku dan tidak terduga, dia mencium bibirku. Aku terkejut. Itu selama 5 detik. Dan Alvin menatapku lemah kemudian.
“Maaf..,”lirihnya.

Aku menatap wajah yang terlelap di sampingku. Lembut dan sangat pelan aku mencium keningnya kemudian membetulkan letak selimutnya. Dia suamiku. Aku sangat berterRima kasih sebelum tidur tadi dia memberiku cinta yang luar biasa, menenangkanku yang sedang kacau Karena urusan pekerjaan. Aku berkaca-kaca mengingat Tuhan begitu baik mengantarkan dia sebagai pasanganku, betapa semua yang kami lalui begitu berat. Tapi Tuhan memang menuntun kemana seharusnya langkah kami. Karena takdir selalu mengiringi kata pertemuan. Dan ketegaran, ketulusan, kepercayaan itulah teman seperjalanan yang tak akan menyesatkan.
Aku ingat bagaRimana aku berceloteh di mobil ketika 5 bulan lalu Alvin mengantarku pulang. Ku ungkapkan semua rasa sakitku. Dokter memintaku untuk bicara pada seseorang agar aku tenang. Dan aku memilihnya. Tak ada respon darinya ketika aku bercerita semua rasa sakitku. Dia hanya diam, menyetir dengan lurus. Tak apa bagiku. Karena ini akan menjadi pertemuan pertama  dan terakhir kami. Aku tak perlu takut apapun. Toh, aku akan meleburnya sebulan lagi. Menghancurkan seluruh rasaku. Menghempaskannya.
Ketika aku hendak turun dari mobil, ku ingat bagaRimana Alvin menarik tanganku. Menatapku penuh arti. Matanya terluka Tuhan. Itu tatapanku. Aku selalu melihat tatapan ini ketika aku menangis dan bercermin. Aku seperti melihat mataku sendiri.
“Jangan pergi,”Katanya pelan.
Aku mencoba menarik tanganku. Tapi genggamannya tak melepaskanku. Aku menutup kembali pintu mobil. Biar ku selesaikan semuanya sekarang.
“kak…terRima kasih sudah mengantarku, sudah menemaniku, sudah mendengarkanku,”Ujarku menahan air mataku. Meski ku tahu sudah menggantung di sudut mataku.
“Marry me..,”Ujarnya.
Apa-apaan ini? Kami baru copy darat hari ini. Dia menciumku, sekarang melamarku, padahal aku dan dia sama-sama sudah punya calon. Gila. Sungguh gila. Tapi keajaiban adalah kegilaan bukan. Selalu diluar batas wajar nalar manusia.
“Sungguh de.. aku mungkin bisa menabrakkan mobil ini dijalan kalau aku harus ingat kamu menangis seperti tadi, aku akan gila kalau ingat betapa jahatnya aku sama kamu selama ini, kenapa aku harus mengabaikan perasaan itu, padahal kita berdua ternyata menyimpan rasa yang sama.. kenapa kita harus membunuh perasaan kita? ,”Alvin bicara dengan nada bergetar. Aku melihat dia mencoba tenang tapi emosi mengusiknya. Aku yakin dia juga ingin menangis. Aku luruh, menariknya dalam pelukanku. Reflex begitu saja.
 Kami berpelukan entah berapa lama. Dia terlihat begitu frustasi ketika aku melepas pelukannya.
“Bisakah kita mengatasinya? Ini bukan hanya tentang kita berdua kan.. dan Mr. Angry..,”Aku teringat wajah murkanya.
“Karena Tuhan yang akan membantu kita.. ini tidak akan mudah sayang..,”Dia menggengam tanganku.
Disini ku tahu Tuhan menghentikannya. Menghentikan rasa sakit itu, Tuhan tahu aku akan gila dengan semua ini. Hanya Alvin yang mampu membuatku berbagi.
Berat sekali melewati semua rintangan untuk sampai hari ini. Diomeli, di caci maki. Tapi kami tahu, itu tak sebanding dengan rasa sakit kami ketika kami tak memperjuangkannya.
“Sayang..”
Aku menoleh, terhenti dari lamunanku. Alvin, ya dia suamiku terbangun.
“hmm..”
“Kok kamu nggak tidur?,”Tanyanya.
Aku tersenyum lembut dan berbaring lembut di pelukannya. Tak lama aku mendengar deru nafasnya yang lembut. I love you so much, my hubby.


*****END*****

AKU BERHARAP, KISAHKU AKAN BERAKHIR BAHAGIA SEPERTI INI

IMA
CIKARANG, 27/5/2015,12:08 WIB


CERPEN : I LOVE YOU



I Love You
Bukankah waktu adalah keajaiban,yang setiap detiknya penuh kejutan.

“Emh…”
“Pulang sekarang?,”Callysta mengulang lagi tanyanya.
“Emh..”
“Pulang sekarang?,”Kali ini Callysta mengulang lagi pertanyaanya + mememgang HVS, menutupi layar computer Ami.
Ami setengah cemberut, tapi pandangannya teralih pada Callysta.
“Aku lembur. Report ini mau dibawa Bos besok pas meeting,”Ami menatap Callysta.
“Kamu kan bisa bilang dari tadi Ami.. aku kan nungguin. Udah kelarin di rumah aja,”Ujar Callysta cemberut.
“Aku nggak konsen kalau di rumah,”Ujar Ami.
Callysta menghembuskan nafas kesal.”Ya udah, pulang sebelum jam 8,”Callysta berjalan meninggalkan meja Ami.
“Oke..,”Ami menjawab pelan melihat pintu ruangannya ditutup.

Ami pulang terlambat. Pukul 10 malam dan Callysta sudah terlelap dengan boneka beruang ungunya. Besok pagi Callysta pasti ngambek.
Sudah 6 bulan mereka kost bareng setelah satu minggu sejak Ami kerja sebagai sekretaris di kantor. Callysta sendiri bekerja sebagai marketing. Yah paras ayunya membuat dia mudah menarik customer. Jurus pamungkasnya adalah melakukan janji temu untuk membicarakan produk. Purchasing pria mana yang tidak klepek-klepek melihat penampilannya.
Ami gila kerja dan pulang selalu telat. Karena itulah meskipun satu kantor dan satu kost mereka jarang pulang pergi bareng. Ami bahkan menduplikat kuncinya karena dia sungkan membangunkan Callysta yang selalu sudah terlelap ketika pukul 9 malam. 
Ami menghempaskan tubuhnya ke sofa dan mengeluarkan HPnya dari tas. Meskipun telah lelah bekerja, Ami tidak bisa langsung tidur. Dia memainkan HP-nya, membaca beberapa pesan dari Grup BBM yang belum dibacanya, membaca beberapa pesan Whats App dari teman-temannya dan E-Mail. Untuk yang terakhir di buka Ami menghela nafas. Ini sudah 3 bulan, pesannya tak pernah dibalas. Dan Ami masih berharap. Masih menunggu pesannya dibalas. Meski mungkin itu terlihat harapan kosong.
Ami membaca pesan-pesan lamanya. Mengenangnya lagi.
“Great Ami…,”Bossnya bicara ketika sudah di mobil. Mereka baru saja selesai meeting.
“Terima kasih Pak,”Ami tersenyum kecil.
“Oh iya.. saya mau ketemu teman dulu ya.. kamu ikut saja ya sekalian saya kenalin,”Ujar Bossnya. “Dia muslim juga, adik kelas dulu di luar”
“Iya Pak,”Ami hanya menjawab pendek dan sopan.
Punya Boss Muda itu menyenangkan karena sangat respect, umur Bossnya bahkan belum 30 tahun dan belum menikah. Ami suka tertawa kecil jika Callysta bergurau bahwa dia mau kok married sama si Boss. Tentu Callysta dan si Boss bisa saja pacaran, mereka se-agama, satu gereja pula. Tapi sayangnya meski belum menikah, si Boss sudah punya tunangan.
Mobil berhenti di parkiran sebuah Mall. Ami mengekor si Boss turun dari mobil, lalu melangkah masuk ke Mall.
Sebuah panggilan telepon berbunyi. Mama.
“Hallo Ma..”
Ami terlalu focus pada teleponnya sehingga tidak memperhatikan langkahnya telah behenti di sebuah restoran fast food. Si Boss sedang ber toast ria dengan temannya.
 Ami sedang mengantongi HPnya ketika si Boss memeperkenalkannya.
“Ami ini Kevin, adik kelas waktu di Singapura”
 And time is about surprise. Ami kaget menyadari wajah di depannya. Wajahnya memucat seketika.
“Kevin,”Sahabat si Boss mengulurkan tangannya dengan santai. Tidakkah ia mengingat wajah Ami?
“Ami”
Wajah itu tetap datar dan tenang, dan 2 menit kemudian Ami tahu kenapa Kevin sedatar itu.
“Sherly..,”Si Boss menyapa cewek cantik yang muncul dari arah pintu.
“Hi Koko.. apa kabar?,”Mereka bersalaman dengan hangat. “Sama Ci Angel?”
“Nggak aku baru selesai meeting, oh iya kenalin sekretarisku, Ami”
Ami menjabat tangan Angel, mencoba tenang dan rileks.
Makanan dipesan. Ami hanya duduk dalam diam memainkan HP-nya, tak mengerti pembicaraan mereka. It’s okay about English, but mandarin.. Ami angkat tangan.
“Kapan kalian married?,”Tanya Boss Ami.
“Koko duluan aja lah,”Kevin menjawab tertawa,
“Kalian duluan juga nggak apa-apa….udah kompak banget nich kalian berdua.. cocok banget”
“Nggak kok Ko.. kita masih saling memahami.,”Angel menjawab dengan tawa kecil.
Ami menarik nafas pelan. Menyakitkan. Apa-apaan ini? Dia tidur jam 3 pagi dan bangun saat Subuh, dia butuh istirahat dan sekarang malah mengalami kejadian tidak terduga.
Ami ijin ke kamar mandi. Pada akhirnya dia menarik nafas berta ketika pintu kamar mandi tertutup. I need 5 minutes to cry now, kata Ami dalam hati.

How amazing all of these feelings
Ami masih mengingatnya. Itu setahun yang lalu. Tapi sejak kalimat itu diucapkan  2 bulan kemudian, semuanya perlahan berubah. Ami lost contact dengan Kevin. Tapi kemudian Kevin muncul lagi tapi mulai malas membalas inboxnya.  I don’t need your love. It’s enough for me if you want still to be my friend. Ami sudah mengatakannya. Tapi entahlah, Kevin tak pernah meresponnya. Ami masih berharap, hingga hari ini. Tapi mungkin cukup. Bukankah keberadaan Sherly sudah menjelaskan semuanya.
Ami menyeka matanya yang basah, memperhatikan pantulan wajanya di cermin. Memastikan bahwa wajahnya tidak lagi terlihat sedih.

“Lumayan lama kamu Ami”
“Maaf Pak, antri”
“Kamu tidak usah terlalu formal disini, hahahha,”Tawa Bossnya.
Mereka ngobrol seru lagi. Ami mlirik jam-nya resah.
“Buru-buru pulang?,”Si Boss memecah kesunyian Ami.
“Ah.. saya ijin pulang duluan bagaimana?,”Tanya Ami.
“Kamu naik taksi saja, nanti transportnya diganti perusahaan,”Ujar Si Boss.
“Baiklah Pak, saya permisi dulu,”Ami segera beranjak.
“Hati-hati ya Ami”

Bukannya naik taksi Ami malah duduk saja di halte. Memperhatikan keramaian di depannya. Jalanan ibu kota yang macet di jam-jam pulang kerja.
“Hallo Ami,”Sebuah suara menyapanya.
Kevin. Dengan topi hitam telah duduk di samping Ami. Ami kaget. Dia menggeser duduknya.
“Aku tauk kamu masih disini..,”Ujar Kevin lagi.
Ami diam saja, mencoba mengabaikannya.
“Maaf Ami.. aku penah bilang kan … you are the sweetiest girl I ever find…,”Ujar Kevin tetap bicara dengan tenang. “….and till now”
“Maaf Ami… kamu lihat kan,, dia Sherly anak relasi papaku..”
“Aku nggak butuh penjelasan apapun kak..,”Ujar Ami pelan.
“Kamu memang nggak membutuhkannya.. tapi kamu menginginkannya”
“Ak nggak INGIN penjelasan apapun,”nada suara Ami bergetar. “Kenapa aku perlu penjelasan? Aku bukan siapa-siapa di hidup kakak”
Ami sudah berdiri dari duduknya ketika tangannya digenggam erat oleh Kevin.
“Lepasin,”Ami mencoba mengibaskan tangannya.
Tapi Ami tahu inilah sesungguhnya yang dia inginkan. Genggaman tangan Kevin yang membuat Ami tahu kini dia dekatnya. Sebentar saja untuk menyentuhnya.
Kevin memeluk Ami. Muka Ami memerah. Ini di tempat umum.
“Kak..,”Ami mendorong Kevin.
Kevin menatapnya datar. Entah Ami tak bisa membaca pikiran Kevin. Tiba-tiba saja Kevin menarik tangannya dan menyetop taksi. Ami bengong saja.

“Kemana?,”Tanya Pak Sopir.
Kevin menjawabnya dengan cepat. Entah Ami tak tahu tempat yang Kevin tuju.
Ami diam saja. Merasakan tangannya masih digenggam Kevin. Dan genggaman itu dilepas ketika HP Kevin berbunyi.
Kevin bicara dalam bahasa mandarin. Dan sudah pasti Ami tak mengerti. Tapi nada suara Kevin terdengar dingin dan marah.
Taksi berhenti di depan sebuah apartemen. Ami tambah bingung. Tapi entah mengapa kakinya hanya mengekor saja langkah Kevin. Punggung tegap Kevin seolah menghipnotisnya.
Pintu coklat didepannya terbuka. Kamar 308. Ami menatap  punggung Kevin yang menjauh melangkah ke dalam kamar. Sementara Ami hanya terpaku saja., berdiri diam di depan pintu.
“Masuk,”Ujar Kevin menatap Ami.
Ini gila, batin Ami. Pukul 5 sore dan dia ada di apartemen laki-laki yang baru ditemuinya.
Kevin menarik Ami. Pintu tertutup. Kevin mendekatkan wajahnya ke Ami. Wajah Ami memerah seperti kepiting rebus. Ami memalingkan wajahnya. Kevin mengangkat wajahnya.
“Katakan sekarang,”Ujar Kevin.
“Apa?,”Ami menatap Kevin bingung .
“Sekarang kita cuma berdua kan…,”Wajah Ami memerah. “Katakan saja semuanya. Apapun itu.. karena mungkin kita nggak akan pernah ketemu lagi”
Ami sedih mendengar kalimat terakhir Kevin. Terakhir? Awal dan akhir begitukah?
Ami sudah 3 tahun menegnal Kevin lewat social media. Tidak pernah ketemu muka tapi sering chat intens selama 2 tahun. Tidak pernah telepon juga . Sarana ngobrol nya hanya lewat email. Tapi Perasaan itu tetap terlalu kuat. Cinta tak pernah memberi penjelasan bagaimana ia datang. Tapi ketika pertama kali melihat wajah dihadapannya, Ami tahu ia tak salah orang. Wajah itu sama persis dengan potret yang selalu dilihat di layar HP maupun laptopnya.
“Ya.. aku bodoh. Padahal banyak orang mengatakan jangan pernah percaya dengan dunia maya,”Ami akhirnya bicara.
Kevin masih menatap Ami.
“Tidak ada yang ingin ku bicarakan lagi. Permisi, aku pulang,”Ami hendak berbalik menyentuh gagang pintu dan membukanya ketika Kevin menarik Ami. Memeluknya.
“Lepasin..,”Ami meronta.
“Sebentar saja. 5 menit saja,”Ujar Kevin pelan.
Ami berhenti meronta. Apakah aku terlihat murahan?,kata hati Ami.
Tanpa sadar Ami menangis. Menggigit bibir bawahnya.
Kevin merasakan kaus depannya basah. Dan mendengar sesenggukan kecil Ami. Kevin membelai rambut Ami. “Maaf,”Bisiknya.
“Stop to say sorry with me. It doesn’t matter how hard I try, it was happened,”Lirih Ami. “Aku terlanjur membiarkan perasaan bodoh itu ada”
Kevin tersentak, ‘perasaan bodoh’, itu adalah emailnya beberapa bulan lalu. Kevin telah  menyakiti Ami.
“Maaf De, aku hanya tidak ingin menyakitimu dengan perasaan bodoh ini”
Itu adalah email Kevin dulu.
“Apa itu menyakitkanmu De ?,”Tanya Kevin.
“Tidak. Ku biarkan menikmati perasaan ini sendiri. Kakak harusnya tidak perlu tahu. Sudahlah Kak… let me go…,”Ami perlahan melepas pelukan Kevin.
Tangan Kevin masih setengah memeluk.
“Ini apartemen kakak? Yang dulu kakak pernah ceritain?,”Ami mencoba tersenyum mengalihkan pembicaraan. “Nggak nyangka pertama kalinya ketemu kakak langsung diajak kesini”
“I love you so much and I miss you so much,”Tiba-tia Kevin mencium bibr Ami singkat. Ami kaget dan langsung mendekap mulutnya.
“Maaf atas kegoisanku.. you still have a place in my heart… always..,”Ujar Kevin.
“No..,”Ami menunduk. “Jangan.. kak Sherly akan marah jka dia tahu…. Buang semua perasan bodoh kakak”
“Aku dan Sherly dijodohin de.. jujur perasanku masih untukmu. Maaf aku tak pernah membalas emailmu, meski aku selalu membacanya.  Aku menunggu emailmu selalu. Aku tak ingin menyakitimu jika aku selalu membalas emailmu. Aku tidak ingin membuatmu berharap banyak padaku”
“Aku pernah mengatakannya kan kak… anggap aku sebagai temanmu.. cara kamu menghindariku tanpa penjelasan itu menyakitiku,”Ujar Ami.
Kevin menatap Ami, “Apa aku sangat egois?”
Ami menatap bola mata Kevin. Menarik nafas sejenak,”Ya. Sangat egois. Kakak menikmati perasaan kakak sendirian tanpa pernah membaginya padaku. Dan ketika aku memahaminya kakak pergi begitu saja tanpa kata-kata. Bahkan dengan mudahnya Kakak hendak pergi begitu saja, membuatku bertanya terus tentang seluruh perasaan ini. Dan… ketika aku telah terlanjur tak sanggup menghentikan perasaan ini, kakak tak pernah peduli, sedikitpun.Kakak sangat egois.. ya sangat egois.. kakak hanya menjaga perasaan kakak sendiri.. semua yang kakak lakukan dengan alasan tidak untuk menyakitiku, nyatanya telah menyakitiku”
Kevin melihat tubuh Ami bergetar mengatakan itu semua.
“Maaf Ami,”Kevin meraih Ami lagi dalam pelukannya.



Cinta jangan kau pergi tinggalkan aku sendiri, terluka olehmu
Cinta jangan kau pergi sisakan hanya air mata, sunyi dan sepi
Sunyi dan sepi

Ami hanya menatap hampa jalanan di sampingnya. Awal dan akhir pertemuannya dengan Kevin sudah terjadi. Tak akan pernah ada lagi tentang Kevin. Semua sudah terjadi dengan begitu jelas di depan matanya.
Ami mendorong pelukan Kevin dan segera berlari keluar meninggalkan Kevin,  tanpa pernah menoleh dan menangis di dalam bus.entah sedang sial atau bagaimana, bus yang ditumpanginya memutar lagi Signy-Sepi. Lagu patah hati itu memang favorit Ami. Tapi entah mengapa malam ini, lagu ini membuatnya seperti keran jebol. Air matanya makin menjadi. Untung saja Ami bawa masker.
HPnya sejak tadi berbunyi. Ada email masuk. Sepertinya Kevin. Sudah cukup. Kenapa bunyi email masuk itu baru hari ini, ketika dia tahu semuanya sudah berakhir. Ami merasa lelah menangis. Ia mulai merasa sedikit tertidur. Bus masih melaju menembus hujan di malam hari.
BRUKKK… Ada sebuah benturan cukup keras. Ami terbangun kaget. Tapi kemudian yang Ami sadari ada rasa sakit mengenai tubuhnya. Sebuah benturan. Suara teriakan memnuhi sekelilingnya. Ami panic. Kecelakaan? Ami hendak bangun. Ibu-ibu di kursi sampingnya sudah menangis panic. Kaki ibu itu terjeput kursi belakang. Bus seperti terguling, Ami tak tahu apa yang terjadi, yang ia tahu semuanya gelap kemudian.

Ami merasakan sesuatu mengganjal di hidungnya ketika matanya terbuka. Ami menyentuhnya. Selang oksigen dan tangannya terinfuse. Kecelakaan, Ami teringat. Dia sendirian. Tasnya tergeletak di meja samping tempat tidur. Rusak. Tergores. Padahal tas itu baru dibelinya 2 minggu lalu. Dengan menahan sakit Ami meraih tasnya, mengecek isi tasnya dan menemukan HP-nya masih ada dan kondisinya lumayan baik. Ami membuka selimutnya memastikan kakinya tidak hilang seperti di film-film. Hanya di gips, Ami menghela nafas. Tangan Kanannya diperban. Kepalanya juga. 
Tirai terbuka. Wajah Callysta. Callysta langsung histeris menghampiri Ami.
“Ami.. ya ampun.. gue khawatir banget. Gue takut banget loe kenapa-kenapa.. gue kan suka marahin elo,”Ujar Callysta memeluk Ami.
“Aw.. Sakit..,”Ami meringis. Pelukan Callysta terlalu kuat.
“Maaf,”Ujar Callysta.
“Kok elu tauk gue disini,”Tanya Ami.
“Nggak tauk kenapa, malam ini gue nggak bisa tidur, terus gue liat di TV ada kecelakaan. Dan ada nama elu.. terus gue telepon polisi.. dan itu beneran elu,”Ujar Callysta.
“Kamu naik apa kesini Ta?,”Tanya Ami.
“Naik Taksi”
“Gue besok nggak bisa kerja dech.. tapi jangan bilang boss gue kecelakaan ya.. BTW Makasih ya Ta elu udah kesini nemenin gue”

Callysta kemali ke kost-an jam 6 pagi tadi. Dia berjanji sore ini akan ke Rumah Sakit. Ami meminta rawat inapnya di pindah ke Rumah Sakit terdekat dengan kost-annya. Tapi ditolak karena kaki Ami akan dioperasi nanti malam. Ami menikmati siang hari sendirian. Susah payah bergeser mengambil makanan dan minuman di meja. Ami membuka HPnya. Menemukan banyak email Kevin. Ami hendak langsung mendeletenya. Tapi diurungkannya dan memaca satu persatu emailnya.
Please de, I am sorry. I can’t stop thinking about you. Till now I can’t close my eyes. Give me your number please. I just want to hear your voice, although it’s just “hallo”
Ami membaca email terakhir Kevin. Pukul 3 pagi. Ami menghela nafas.

Ami bosan. Terbangun pukul 3 sore dan sendirian. Ami haus. Menggeser badannya meraih botol minuman di meja ketika tirai kamarnya di buka. Wajah itu. Ami membeku. Kevin.
Datar dan tenang Kevin, membantu mengambilkan Ami minum.
“Kakak kenapa disini?,”Ami mencoba bersikap biasa saja.
“Kamu baik-baik aja kan?,”Kevin memegang tangan Ami dan mentapnya khawatir.
Ami menganguk. “Kakak sama siapa kesini? Kok tahu aku disini?,”Tanya Ami.
Kevin diam saja. Hanya diam menatap Ami. Dia shock ketika Ko Chandra mengatakan Ami sedang dirawat karena kecelekaan. Kevin langsung menanyakan dimana dan kapan dan bergegas ke Rumah Sakit.
“Aku nggak akan bunuh diri karena patah hati sama kakak,”Ujar Ami bercanda seolah membaca pikiran Kevin.
Kevin menghela nafas. “Udah makan?”
Ami mengangguk.
Suasana hening. Kevin hanya menatap Ami. Ami malu dilihat terus. Dia pura-pura sibuk memainkan HPnya.
Tiba-tiba suster datang.
“Mbak check tensi dulu yaa,”Ujar Suster itu, Ami mengangguk.
Kevin bergeser ke pinggir, bersandar pada tembok.
“Sust.. nanti malam jadi ya operasinya?,”Tanya Ami.
“Iya mbak, sekitar pukul 7…”
“Sakit nggak ya sust?,”Tanya Ami khawatir. Ini pertama kalinya dia operasi.
Susternya tersenyum. “Kan dibius mbak… tenang saja.. “
Pemeriksaan selesai. Suster berlalu.
“Kamu mau operasi de?,”Tanya Kevin.
Ami mengangguk dan tersenyum kecil.
“Operasi apa?,”Nada suara Kevin khawatir.
“Kakiku patah,”Ami Menyibak selimutnya.
“Sakitkah?,”Tanya Kevin.
“Lebih sakit dicuekkin kakak,”Ami menjawab bercanda.
“Cepet sembuh ya cantik,”Kevin berkata lembut sambil mengusap rambut Ami.
Pipi Ami memerah. How sweet this moment, kata hati Ami.

Thanks God, for this opportunity.
Ami menatap wajah Kevin yang terlelap di samping ranjangnya. Kevin sangat setia menunggu Ami operasi. Kebetulan Callysta tidak jadi datang karena dia harus segera ke Bandung, neneknya meninggal. Ami bersyukur ada Kevin yang setidaknya menemaninya.
Senang menatapmu ada disampingku, meskipun aku harus sakit
Senang menatapmu walau hanya sebentar, karena tetap kamu harus kembali padanya
Kata hati Ami.

“Amiiii.. senang lihat kamu di rumah lagi,”Callysta memeluknya.
Ami membalas pelukan Callysta. Sudah 5 hari dia menginap di Rumah Sakit. Dan sekarang nyaman sekali kembali ke Rumah.
Dan sedih juga, ini benar-benar terakir kalinya bertemu Kevin. Kevin menemuinya di Rumah Sakit sebentar ketika Ami berkemas. Dia memeluk Ami dan mencium kening Ami. Ami mengerti, tatapan Kevin terluka. Begitupun Ami, dia seperti tak rela ini berakhir. Lama Ami menunggu bertemu Kevin. Dan ternyata semua harus berakhir secepat ini.
I should start my new beginning.


“Kevin… why… “
“Sorry, Sher..”


Ami mematut dirinya di cermin lagi. Kebaya biru itu sedikit longgar di badannya yang mungil sebenarnya Ami  malas memakai kebaya. Bukan tidak cinta Indonesia, tapi Ami memang tidak suka baju yang ribet. Tapi Kebaya ini harus dipakainya mau tidak mau, suka tidak suka. Ini adalah seragam untuk menghadiri acara pernikahan si Boss.
Ami berpisah dari rombongan. Ia menuju jejeran makanan berat. Ami tidak terlalu menyukai kue manis. Sementara Callista dkk hendak mencoba kue.
Ketika Ami hendak mengambil nasi, tangannya bersamaan dengan uluran tangan oran lain, Ami mengangkat wajahnya, mencari tahu si pemilik tangan.
Mata Ami membulat kaget. Kevin.
Kevin juga kaget.
Akhirnya mereka makan bersama. Ami cangung. Sudah 6 bulan tidak contact sama sekali.
“Apa kabar?,”Ami mencoba bertanya mencairkan suasana.
“Baik, kamu?,”Sahut Kevin.
“Baik”
Akhirnya Ami makan dengan hening. Kevin juga hanya sibuk menatap HP-nya dan beberapa kali menerima telepon.
Tiba-tiba seorang gadis chinesse dengan rambut bob sebahu menghampiri meja mereka.
“Ko Kevin.. how are you,”Mereka cipika cipiki. “Tambah ganteng aja”
“Kamu juga tambah cantik.. masih di SG?,”Tanya Kevin tertawa.
“Masih donk Ko.. Ma sapa kesini? Ama Cici ya?,”Gadis itu tersenyum.
Kevin hanya menganguk.
“Ya udah ya Ko.. aku kesana dulu”
Gadis itu beranjak tanpa memperhatikan keadaan Ami.
Ami meletakkan sendok garpunya dengan hening. Kevin juga mengakhiri makannya.
“Seneng ketemu kakak lagi.. aku cari Callysta dulu ya..makasih udah ditemenin makan,”Ujar Ami sambil berdiri dan kemudian melangkah meninggalkan Kevin.
Ami berharap Kevin akan menahannya pergi, tapi Kevin diam saja.

“Ami naik taksi beneran loh ya.. awas jangan naik bus lagi,”Ujar Callysta mewanti-wantinya entah sudah berapa kali. Ami dengan manisnya hanya mengangguk-angguk.
Callysta tidak pulang ke kost, ada Saudara yang mengajak menginap. Jadilah Ami hrus balik sendirian. Ami melambai pada Callysta yang sudah masuk ke mobil. Ami hendak melangkah ketika sebuah mobil mengklakson. Ami berhenti melangkah. Toyota Swift itu berhenti di depannya. Kaca mobil diturunkan. Kevin.
“Pulang sama siapa?,”Tanya Kevin.
Ami menatap Kevin. Di kursi depan ada gadis chinesse yang sangat cantik. Ami fikir itu Sherly. Tapi begitu diperhatikan bukan. Wajahnya lebih oriental dengan rambut coklat diikat kuda. Manis, simple dan sangat elegan
“Sendiri,”Jawab Ami pendek.
“Ku antar ya..,”Ajak Kevin.
Pintu belakang mobil terbuka. Ada si chinesse bob tadi,”Ayo kakak”
Ami menggeleng,”Makasih Kak.. nggak usah”
“Apa aku harus nyulik kamu?,”Ujar Kevin.
Si bob turun dari mobil dan menarik tangan Ami untuk masuk ke mobil.  Ami tak bisa menolak, karena antrian di belakang mobil Kevin sudah ada 3.
Mereka bertiga akrab sekali di mobil. Ami diam saja, sibuk main HP membunuh rasa canggungnya.
“Kak.. baru jam 7.. karaokean yuk kak..,”Ajak si Bob.
Si Bob memang termasuk aktif ngobrol. Sementara yang duduk di depan cenderung diam.
“Ayo..,”Kevin menyetujuinya.
“Aku turun di halte depan aja ya…,”Ujar Ami.
“Kakak ikut aja ah..ya kak,”Lagi-lagi si Bob menarik-narik tangan Ami.
Ami meringis kecil.
“Nanti aku kemalaman de sampai rumah,”Ujar Ami.
“Kan ada Kak Kevin yang antar”
“Tapi..”
Ami akhirnya sudah duduk di dalam ruang karaoke 15 menit kemudian. Si Bob memegang tangannya terus seolah takut Ami kabur.
Si Bob dan temannya bernyanyi berulang kali. Kevin merekam mereka nyanyi. Ami duduk saja sebagai nonton.
“Kak.. ayo nyanyi..,”Ajak si bob.
Ami ditarik ke tengah ruangan.
“Aduhh suara aku jelek de,”Ujar Ami.
“Nggak apa-apa kak.. ayo kak sekali aja”
“Emhh… apa ya.. asher aja mungkin.. try”

If I ask you to stay would you show me the way…. it’s time for us to make a move... I will try for your love…
Ami mengakhiri lagunya. Pipinya memerah. Mereka bertiga bertepuk tangan.
“Kak Kevin sekarang yang nyanyi”
“Oke”
“You could be my unintended choice... I will be there as soon as I can, “
Ami menikmati lagu itu. Muse-Unintended. Salah satu lagu favoritnya. Tanpa sadar Ami ikut bernyanyi. Kevin menarik Ami untuk ikut berdiri dan bernyanyi.Wajah Ami memerah, menaik tangannya dan ingin duduk lagi. Tapi Kevin menahannya. Justru menarik Ami dengan kuat membuat Ami seolah dalam pelukan Kevin.
Wajah Ami tambah memerah.
“Ciee…,” Koor dua anak chinesse.
“Kak.. ah.. aku malu,”Ami berkata pelan.
“I love you,”Kevin justru berbisik ke Ami.
Ami tertegun. Bingung dan entahlah perasaan apa Ami tak bisa mengucapkannya.
“Kak Sherly..,”Lirih Ami sembari menunduk ketika bayangan tunangan Kevin melintas di benaknya.
“Forget it…. Finally, I know what I want, what I love.,”Tiba-tiba saja Kevin mencium bibir Ami.
Ami menatap mata Kevin hanya 1 cm darinya.
“Cieee…,”Koor itu lagi. “Jadian.. jadian..”
Ami tambah memerah.. sungguh… malu sekali !!!!!!

Ami diam menatap rintik hujan di kaca mobil. Kevin sedang menelepon. Dua anak chinesse tadi sudah sampai rumah. Sementara Ami adalah yang paling jauh, ada di lingkar luar Jakarta.
“Aku putus sama Sherly. Dari awal aku nggak menyukainya. Aku menganggap dia sebagai adik saja. Tapi Mama malah beranggap lain. Mama kemudian menyuruh kami untuk bertunangan. Tentunya dengan pemaksaan.
Tapi akhirnya aku mencoba lebih terbuka pada ortu setelah aku bertemu kamu waktu itu. To see the real of you. It was changed everything. Aku merasa aku harus memperjuangkannya. Awalnya mama marah banget. Sampai ngambek gitu. Masuk Rumah Sakit. Tapi akhirnya Mama kasihan juga lihat aku waktu akhirnya aku sakit juga sampai dirawat dan disaat itu kata Mama aku ngigau dan sebut nama kamu terus”
Ami mengingat setiap kata yang Kevin ucapkan tadi. Setengah jam yang lalu tepatnya.
“De..,”Panggil Kevin.
“Emh…,”Ami menoleh.
“Kamu laper nggak?,”Tanya Kevin tersenyum. “Mumpung maih di rest area nich”
“Udah malam kak..,”Ujar Ami.
“Nggak apa-apa.. aku justru nggak pengen tidur dan nggak pengen malam ini berlalu”
“Apaan sih..,”Tawa Ami.
“Beneran..,”Kevin menatap Ami dan berkata lembut.
Ami hanya tersenyum kecil. “Ya udah.. tidur aja di mobil”
“Oke ku antar kamu pulang dech daripada kamu sakit karena tidur di mobil,”Kata Kevin mulai menyalakan mesin mobil”
Ami hanya tersenyum kecil.
 Mobil keluar dari rest area menembus gerimis jalan tol.
“Aku pengen ke Bandung,”Ujar Ami.
“Ke Bandung?”
“He’em.. jalan-jalan disana… rumah ortu Kakak di Bandung kan?,”Tanya Ami.
“Kamu mau main ke rumah?,”Tanya Kevin.
“Nggak perlu buru-buru juga kali kak,”Tawa Ami.
“Kalau gitu aku yang main ke rumah kamu ya.. to meet your mother.,”Ujar Kevin.
Ami menatap Kevin, melihat kesungguhan di matanya.
“Marry me Ami.. nothing can change you..,”Ujar Kevin diantara gerimis dan jalan toll.
“Can you say it in the better place?,”Tawa Ami. “In the middle of rain and in the journey”
“Sorry..,”Ujar Kevin pelan. “Aku hanya terlalu bahagia sekarang. Terlalu memikirkan begitu banyak waktu yang terbuang kemarin”
“Yup…”
“Yup? For what?”
“I also so love you.. and Ican’t stop to thinking about you,”Ami menunduk. Pipinya memerah.
Tangan kiri Kevin meraih tangan Ami. Menggengamnya.
************* END *************
Written By : Ima
Cikarang, 9 : 02 AM. (20 Mei 2015)
Life is amazing right?