I
Love You
Bukankah waktu adalah
keajaiban,yang setiap detiknya penuh kejutan.
“Emh…”
“Pulang sekarang?,”Callysta
mengulang lagi tanyanya.
“Emh..”
“Pulang sekarang?,”Kali ini
Callysta mengulang lagi pertanyaanya + mememgang HVS, menutupi layar computer Ami.
Ami setengah cemberut, tapi
pandangannya teralih pada Callysta.
“Aku lembur. Report ini mau
dibawa Bos besok pas meeting,”Ami menatap Callysta.
“Kamu kan bisa bilang dari tadi
Ami.. aku kan nungguin. Udah kelarin di rumah aja,”Ujar Callysta cemberut.
“Aku nggak konsen kalau di
rumah,”Ujar Ami.
Callysta menghembuskan nafas
kesal.”Ya udah, pulang sebelum jam 8,”Callysta berjalan meninggalkan meja Ami.
“Oke..,”Ami menjawab pelan
melihat pintu ruangannya ditutup.
Ami pulang terlambat. Pukul 10
malam dan Callysta sudah terlelap dengan boneka beruang ungunya. Besok pagi
Callysta pasti ngambek.
Sudah 6 bulan mereka kost bareng
setelah satu minggu sejak Ami kerja sebagai sekretaris di kantor. Callysta
sendiri bekerja sebagai marketing. Yah paras ayunya membuat dia mudah menarik
customer. Jurus pamungkasnya adalah melakukan janji temu untuk membicarakan
produk. Purchasing pria mana yang tidak klepek-klepek melihat penampilannya.
Ami gila kerja dan pulang selalu
telat. Karena itulah meskipun satu kantor dan satu kost mereka jarang pulang
pergi bareng. Ami bahkan menduplikat kuncinya karena dia sungkan membangunkan
Callysta yang selalu sudah terlelap ketika pukul 9 malam.
Ami menghempaskan tubuhnya ke
sofa dan mengeluarkan HPnya dari tas. Meskipun telah lelah bekerja, Ami tidak
bisa langsung tidur. Dia memainkan HP-nya, membaca beberapa pesan dari Grup BBM
yang belum dibacanya, membaca beberapa pesan Whats App dari teman-temannya dan
E-Mail. Untuk yang terakhir di buka Ami menghela nafas. Ini sudah 3 bulan,
pesannya tak pernah dibalas. Dan Ami masih berharap. Masih menunggu pesannya
dibalas. Meski mungkin itu terlihat harapan kosong.
Ami membaca pesan-pesan lamanya.
Mengenangnya lagi.
“Great Ami…,”Bossnya bicara
ketika sudah di mobil. Mereka baru saja selesai meeting.
“Terima kasih Pak,”Ami tersenyum
kecil.
“Oh iya.. saya mau ketemu teman
dulu ya.. kamu ikut saja ya sekalian saya kenalin,”Ujar Bossnya. “Dia muslim
juga, adik kelas dulu di luar”
“Iya Pak,”Ami hanya menjawab
pendek dan sopan.
Punya Boss Muda itu menyenangkan
karena sangat respect, umur Bossnya bahkan belum 30 tahun dan belum menikah.
Ami suka tertawa kecil jika Callysta bergurau bahwa dia mau kok married sama si
Boss. Tentu Callysta dan si Boss bisa saja pacaran, mereka se-agama, satu
gereja pula. Tapi sayangnya meski belum menikah, si Boss sudah punya tunangan.
Mobil berhenti di parkiran sebuah
Mall. Ami mengekor si Boss turun dari mobil, lalu melangkah masuk ke Mall.
Sebuah panggilan telepon
berbunyi. Mama.
“Hallo Ma..”
Ami terlalu focus pada teleponnya
sehingga tidak memperhatikan langkahnya telah behenti di sebuah restoran fast
food. Si Boss sedang ber toast ria dengan temannya.
Ami sedang mengantongi HPnya ketika si Boss
memeperkenalkannya.
“Ami ini Kevin, adik kelas waktu
di Singapura”
And time is about surprise. Ami kaget
menyadari wajah di depannya. Wajahnya memucat seketika.
“Kevin,”Sahabat si Boss
mengulurkan tangannya dengan santai. Tidakkah ia mengingat wajah Ami?
“Ami”
Wajah itu tetap datar dan tenang,
dan 2 menit kemudian Ami tahu kenapa Kevin sedatar itu.
“Sherly..,”Si Boss menyapa cewek
cantik yang muncul dari arah pintu.
“Hi Koko.. apa kabar?,”Mereka
bersalaman dengan hangat. “Sama Ci Angel?”
“Nggak aku baru selesai meeting,
oh iya kenalin sekretarisku, Ami”
Ami menjabat tangan Angel,
mencoba tenang dan rileks.
Makanan dipesan. Ami hanya duduk
dalam diam memainkan HP-nya, tak mengerti pembicaraan mereka. It’s okay about
English, but mandarin.. Ami angkat tangan.
“Kapan kalian married?,”Tanya
Boss Ami.
“Koko duluan aja lah,”Kevin
menjawab tertawa,
“Kalian duluan juga nggak
apa-apa….udah kompak banget nich kalian berdua.. cocok banget”
“Nggak kok Ko.. kita masih saling
memahami.,”Angel menjawab dengan tawa kecil.
Ami menarik nafas pelan.
Menyakitkan. Apa-apaan ini? Dia tidur jam 3 pagi dan bangun saat Subuh, dia
butuh istirahat dan sekarang malah mengalami kejadian tidak terduga.
Ami ijin ke kamar mandi. Pada
akhirnya dia menarik nafas berta ketika pintu kamar mandi tertutup. I need 5
minutes to cry now, kata Ami dalam hati.
How amazing all of these feelings
Ami masih mengingatnya. Itu
setahun yang lalu. Tapi sejak kalimat itu diucapkan 2 bulan kemudian, semuanya perlahan berubah.
Ami lost contact dengan Kevin. Tapi kemudian Kevin muncul lagi tapi mulai malas
membalas inboxnya. I don’t need your
love. It’s enough for me if you want still to be my friend. Ami sudah
mengatakannya. Tapi entahlah, Kevin tak pernah meresponnya. Ami masih berharap,
hingga hari ini. Tapi mungkin cukup. Bukankah keberadaan Sherly sudah
menjelaskan semuanya.
Ami menyeka matanya yang basah,
memperhatikan pantulan wajanya di cermin. Memastikan bahwa wajahnya tidak lagi
terlihat sedih.
“Lumayan lama kamu Ami”
“Maaf Pak, antri”
“Kamu tidak usah terlalu formal
disini, hahahha,”Tawa Bossnya.
Mereka ngobrol seru lagi. Ami
mlirik jam-nya resah.
“Buru-buru pulang?,”Si Boss
memecah kesunyian Ami.
“Ah.. saya ijin pulang duluan
bagaimana?,”Tanya Ami.
“Kamu naik taksi saja, nanti
transportnya diganti perusahaan,”Ujar Si Boss.
“Baiklah Pak, saya permisi
dulu,”Ami segera beranjak.
“Hati-hati ya Ami”
Bukannya naik taksi Ami malah
duduk saja di halte. Memperhatikan keramaian di depannya. Jalanan ibu kota yang
macet di jam-jam pulang kerja.
“Hallo Ami,”Sebuah suara
menyapanya.
Kevin. Dengan topi hitam telah
duduk di samping Ami. Ami kaget. Dia menggeser duduknya.
“Aku tauk kamu masih
disini..,”Ujar Kevin lagi.
Ami diam saja, mencoba
mengabaikannya.
“Maaf Ami.. aku penah bilang kan
… you are the sweetiest girl I ever find…,”Ujar Kevin tetap bicara dengan
tenang. “….and till now”
“Maaf Ami… kamu lihat kan,, dia
Sherly anak relasi papaku..”
“Aku nggak butuh penjelasan
apapun kak..,”Ujar Ami pelan.
“Kamu memang nggak
membutuhkannya.. tapi kamu menginginkannya”
“Ak nggak INGIN penjelasan
apapun,”nada suara Ami bergetar. “Kenapa aku perlu penjelasan? Aku bukan siapa-siapa
di hidup kakak”
Ami sudah berdiri dari duduknya
ketika tangannya digenggam erat oleh Kevin.
“Lepasin,”Ami mencoba mengibaskan
tangannya.
Tapi Ami tahu inilah sesungguhnya
yang dia inginkan. Genggaman tangan Kevin yang membuat Ami tahu kini dia
dekatnya. Sebentar saja untuk menyentuhnya.
Kevin memeluk Ami. Muka Ami
memerah. Ini di tempat umum.
“Kak..,”Ami mendorong Kevin.
Kevin menatapnya datar. Entah Ami
tak bisa membaca pikiran Kevin. Tiba-tiba saja Kevin menarik tangannya dan
menyetop taksi. Ami bengong saja.
“Kemana?,”Tanya Pak Sopir.
Kevin menjawabnya dengan cepat.
Entah Ami tak tahu tempat yang Kevin tuju.
Ami diam saja. Merasakan
tangannya masih digenggam Kevin. Dan genggaman itu dilepas ketika HP Kevin
berbunyi.
Kevin bicara dalam bahasa
mandarin. Dan sudah pasti Ami tak mengerti. Tapi nada suara Kevin terdengar
dingin dan marah.
Taksi berhenti di depan sebuah
apartemen. Ami tambah bingung. Tapi entah mengapa kakinya hanya mengekor saja
langkah Kevin. Punggung tegap Kevin seolah menghipnotisnya.
Pintu coklat didepannya terbuka.
Kamar 308. Ami menatap punggung Kevin
yang menjauh melangkah ke dalam kamar. Sementara Ami hanya terpaku saja.,
berdiri diam di depan pintu.
“Masuk,”Ujar Kevin menatap Ami.
Ini gila, batin Ami. Pukul 5 sore
dan dia ada di apartemen laki-laki yang baru ditemuinya.
Kevin menarik Ami. Pintu
tertutup. Kevin mendekatkan wajahnya ke Ami. Wajah Ami memerah seperti kepiting
rebus. Ami memalingkan wajahnya. Kevin mengangkat wajahnya.
“Katakan sekarang,”Ujar Kevin.
“Apa?,”Ami menatap Kevin bingung
.
“Sekarang kita cuma berdua
kan…,”Wajah Ami memerah. “Katakan saja semuanya. Apapun itu.. karena mungkin
kita nggak akan pernah ketemu lagi”
Ami sedih mendengar kalimat
terakhir Kevin. Terakhir? Awal dan akhir begitukah?
Ami sudah 3 tahun menegnal Kevin
lewat social media. Tidak pernah ketemu muka tapi sering chat intens selama 2
tahun. Tidak pernah telepon juga . Sarana ngobrol nya hanya lewat email. Tapi
Perasaan itu tetap terlalu kuat. Cinta tak pernah memberi penjelasan bagaimana
ia datang. Tapi ketika pertama kali melihat wajah dihadapannya, Ami tahu ia tak
salah orang. Wajah itu sama persis dengan potret yang selalu dilihat di layar
HP maupun laptopnya.
“Ya.. aku bodoh. Padahal banyak
orang mengatakan jangan pernah percaya dengan dunia maya,”Ami akhirnya bicara.
Kevin masih menatap Ami.
“Tidak ada yang ingin ku
bicarakan lagi. Permisi, aku pulang,”Ami hendak berbalik menyentuh gagang pintu
dan membukanya ketika Kevin menarik Ami. Memeluknya.
“Lepasin..,”Ami meronta.
“Sebentar saja. 5 menit
saja,”Ujar Kevin pelan.
Ami berhenti meronta. Apakah aku
terlihat murahan?,kata hati Ami.
Tanpa sadar Ami menangis.
Menggigit bibir bawahnya.
Kevin merasakan kaus depannya
basah. Dan mendengar sesenggukan kecil Ami. Kevin membelai rambut Ami.
“Maaf,”Bisiknya.
“Stop to say sorry with me. It
doesn’t matter how hard I try, it was happened,”Lirih Ami. “Aku terlanjur membiarkan
perasaan bodoh itu ada”
Kevin tersentak, ‘perasaan
bodoh’, itu adalah emailnya beberapa bulan lalu. Kevin telah menyakiti Ami.
“Maaf De, aku hanya tidak ingin
menyakitimu dengan perasaan bodoh ini”
Itu adalah email Kevin dulu.
“Apa itu menyakitkanmu De
?,”Tanya Kevin.
“Tidak. Ku biarkan menikmati
perasaan ini sendiri. Kakak harusnya tidak perlu tahu. Sudahlah Kak… let me
go…,”Ami perlahan melepas pelukan Kevin.
Tangan Kevin masih setengah
memeluk.
“Ini apartemen kakak? Yang dulu
kakak pernah ceritain?,”Ami mencoba tersenyum mengalihkan pembicaraan. “Nggak
nyangka pertama kalinya ketemu kakak langsung diajak kesini”
“I love you so much and I miss
you so much,”Tiba-tia Kevin mencium bibr Ami singkat. Ami kaget dan langsung
mendekap mulutnya.
“Maaf atas kegoisanku.. you still
have a place in my heart… always..,”Ujar Kevin.
“No..,”Ami menunduk. “Jangan..
kak Sherly akan marah jka dia tahu…. Buang semua perasan bodoh kakak”
“Aku dan Sherly dijodohin de..
jujur perasanku masih untukmu. Maaf aku tak pernah membalas emailmu, meski aku
selalu membacanya. Aku menunggu emailmu
selalu. Aku tak ingin menyakitimu jika aku selalu membalas emailmu. Aku tidak
ingin membuatmu berharap banyak padaku”
“Aku pernah mengatakannya kan kak…
anggap aku sebagai temanmu.. cara kamu menghindariku tanpa penjelasan itu
menyakitiku,”Ujar Ami.
Kevin menatap Ami, “Apa aku
sangat egois?”
Ami menatap bola mata Kevin.
Menarik nafas sejenak,”Ya. Sangat egois. Kakak menikmati perasaan kakak
sendirian tanpa pernah membaginya padaku. Dan ketika aku memahaminya kakak
pergi begitu saja tanpa kata-kata. Bahkan dengan mudahnya Kakak hendak pergi
begitu saja, membuatku bertanya terus tentang seluruh perasaan ini. Dan… ketika
aku telah terlanjur tak sanggup menghentikan perasaan ini, kakak tak pernah
peduli, sedikitpun.Kakak sangat egois.. ya sangat egois.. kakak hanya menjaga
perasaan kakak sendiri.. semua yang kakak lakukan dengan alasan tidak untuk
menyakitiku, nyatanya telah menyakitiku”
Kevin melihat tubuh Ami bergetar
mengatakan itu semua.
“Maaf Ami,”Kevin meraih Ami lagi
dalam pelukannya.
Cinta jangan kau pergi tinggalkan
aku sendiri, terluka olehmu
Cinta jangan kau pergi sisakan
hanya air mata, sunyi dan sepi
Sunyi dan sepi
Ami hanya menatap hampa jalanan
di sampingnya. Awal dan akhir pertemuannya dengan Kevin sudah terjadi. Tak akan
pernah ada lagi tentang Kevin. Semua sudah terjadi dengan begitu jelas di depan
matanya.
Ami mendorong pelukan Kevin dan
segera berlari keluar meninggalkan Kevin,
tanpa pernah menoleh dan menangis di dalam bus.entah sedang sial atau
bagaimana, bus yang ditumpanginya memutar lagi Signy-Sepi. Lagu patah hati itu
memang favorit Ami. Tapi entah mengapa malam ini, lagu ini membuatnya seperti
keran jebol. Air matanya makin menjadi. Untung saja Ami bawa masker.
HPnya sejak tadi berbunyi. Ada
email masuk. Sepertinya Kevin. Sudah cukup. Kenapa bunyi email masuk itu baru
hari ini, ketika dia tahu semuanya sudah berakhir. Ami merasa lelah menangis.
Ia mulai merasa sedikit tertidur. Bus masih melaju menembus hujan di malam
hari.
BRUKKK… Ada sebuah benturan cukup
keras. Ami terbangun kaget. Tapi kemudian yang Ami sadari ada rasa sakit
mengenai tubuhnya. Sebuah benturan. Suara teriakan memnuhi sekelilingnya. Ami
panic. Kecelakaan? Ami hendak bangun. Ibu-ibu di kursi sampingnya sudah
menangis panic. Kaki ibu itu terjeput kursi belakang. Bus seperti terguling,
Ami tak tahu apa yang terjadi, yang ia tahu semuanya gelap kemudian.
Ami merasakan sesuatu mengganjal
di hidungnya ketika matanya terbuka. Ami menyentuhnya. Selang oksigen dan
tangannya terinfuse. Kecelakaan, Ami teringat. Dia sendirian. Tasnya tergeletak
di meja samping tempat tidur. Rusak. Tergores. Padahal tas itu baru dibelinya 2
minggu lalu. Dengan menahan sakit Ami meraih tasnya, mengecek isi tasnya dan
menemukan HP-nya masih ada dan kondisinya lumayan baik. Ami membuka selimutnya
memastikan kakinya tidak hilang seperti di film-film. Hanya di gips, Ami
menghela nafas. Tangan Kanannya diperban. Kepalanya juga.
Tirai terbuka. Wajah Callysta.
Callysta langsung histeris menghampiri Ami.
“Ami.. ya ampun.. gue khawatir
banget. Gue takut banget loe kenapa-kenapa.. gue kan suka marahin elo,”Ujar
Callysta memeluk Ami.
“Aw.. Sakit..,”Ami meringis.
Pelukan Callysta terlalu kuat.
“Maaf,”Ujar Callysta.
“Kok elu tauk gue disini,”Tanya
Ami.
“Nggak tauk kenapa, malam ini gue
nggak bisa tidur, terus gue liat di TV ada kecelakaan. Dan ada nama elu.. terus
gue telepon polisi.. dan itu beneran elu,”Ujar Callysta.
“Kamu naik apa kesini Ta?,”Tanya
Ami.
“Naik Taksi”
“Gue besok nggak bisa kerja
dech.. tapi jangan bilang boss gue kecelakaan ya.. BTW Makasih ya Ta elu udah
kesini nemenin gue”
Callysta kemali ke kost-an jam 6
pagi tadi. Dia berjanji sore ini akan ke Rumah Sakit. Ami meminta rawat inapnya
di pindah ke Rumah Sakit terdekat dengan kost-annya. Tapi ditolak karena kaki
Ami akan dioperasi nanti malam. Ami menikmati siang hari sendirian. Susah payah
bergeser mengambil makanan dan minuman di meja. Ami membuka HPnya. Menemukan
banyak email Kevin. Ami hendak langsung mendeletenya. Tapi diurungkannya dan
memaca satu persatu emailnya.
Please de, I am sorry. I can’t
stop thinking about you. Till now I can’t close my eyes. Give me your number
please. I just want to hear your voice, although it’s just “hallo”
Ami membaca email terakhir Kevin.
Pukul 3 pagi. Ami menghela nafas.
Ami bosan. Terbangun pukul 3 sore
dan sendirian. Ami haus. Menggeser badannya meraih botol minuman di meja ketika
tirai kamarnya di buka. Wajah itu. Ami membeku. Kevin.
Datar dan tenang Kevin, membantu
mengambilkan Ami minum.
“Kakak kenapa disini?,”Ami
mencoba bersikap biasa saja.
“Kamu baik-baik aja kan?,”Kevin
memegang tangan Ami dan mentapnya khawatir.
Ami menganguk. “Kakak sama siapa
kesini? Kok tahu aku disini?,”Tanya Ami.
Kevin diam saja. Hanya diam
menatap Ami. Dia shock ketika Ko Chandra mengatakan Ami sedang dirawat karena
kecelekaan. Kevin langsung menanyakan dimana dan kapan dan bergegas ke Rumah
Sakit.
“Aku nggak akan bunuh diri karena
patah hati sama kakak,”Ujar Ami bercanda seolah membaca pikiran Kevin.
Kevin menghela nafas. “Udah
makan?”
Ami mengangguk.
Suasana hening. Kevin hanya
menatap Ami. Ami malu dilihat terus. Dia pura-pura sibuk memainkan HPnya.
Tiba-tiba suster datang.
“Mbak check tensi dulu yaa,”Ujar
Suster itu, Ami mengangguk.
Kevin bergeser ke pinggir,
bersandar pada tembok.
“Sust.. nanti malam jadi ya
operasinya?,”Tanya Ami.
“Iya mbak, sekitar pukul 7…”
“Sakit nggak ya sust?,”Tanya Ami
khawatir. Ini pertama kalinya dia operasi.
Susternya tersenyum. “Kan dibius
mbak… tenang saja.. “
Pemeriksaan selesai. Suster
berlalu.
“Kamu mau operasi de?,”Tanya
Kevin.
Ami mengangguk dan tersenyum
kecil.
“Operasi apa?,”Nada suara Kevin
khawatir.
“Kakiku patah,”Ami Menyibak
selimutnya.
“Sakitkah?,”Tanya Kevin.
“Lebih sakit dicuekkin kakak,”Ami
menjawab bercanda.
“Cepet sembuh ya cantik,”Kevin
berkata lembut sambil mengusap rambut Ami.
Pipi Ami memerah. How sweet this
moment, kata hati Ami.
Thanks God, for this opportunity.
Ami menatap wajah Kevin yang
terlelap di samping ranjangnya. Kevin sangat setia menunggu Ami operasi.
Kebetulan Callysta tidak jadi datang karena dia harus segera ke Bandung,
neneknya meninggal. Ami bersyukur ada Kevin yang setidaknya menemaninya.
Senang menatapmu ada disampingku,
meskipun aku harus sakit
Senang menatapmu walau hanya
sebentar, karena tetap kamu harus kembali padanya
Kata hati Ami.
“Amiiii.. senang lihat kamu di
rumah lagi,”Callysta memeluknya.
Ami membalas pelukan Callysta.
Sudah 5 hari dia menginap di Rumah Sakit. Dan sekarang nyaman sekali kembali ke
Rumah.
Dan sedih juga, ini benar-benar
terakir kalinya bertemu Kevin. Kevin menemuinya di Rumah Sakit sebentar ketika
Ami berkemas. Dia memeluk Ami dan mencium kening Ami. Ami mengerti, tatapan
Kevin terluka. Begitupun Ami, dia seperti tak rela ini berakhir. Lama Ami
menunggu bertemu Kevin. Dan ternyata semua harus berakhir secepat ini.
I should start my new beginning.
“Kevin… why… “
“Sorry, Sher..”
Ami mematut dirinya di cermin
lagi. Kebaya biru itu sedikit longgar di badannya yang mungil sebenarnya
Ami malas memakai kebaya. Bukan tidak
cinta Indonesia, tapi Ami memang tidak suka baju yang ribet. Tapi Kebaya ini
harus dipakainya mau tidak mau, suka tidak suka. Ini adalah seragam untuk
menghadiri acara pernikahan si Boss.
Ami berpisah dari rombongan. Ia
menuju jejeran makanan berat. Ami tidak terlalu menyukai kue manis. Sementara
Callista dkk hendak mencoba kue.
Ketika Ami hendak mengambil nasi,
tangannya bersamaan dengan uluran tangan oran lain, Ami mengangkat wajahnya,
mencari tahu si pemilik tangan.
Mata Ami membulat kaget. Kevin.
Kevin juga kaget.
Akhirnya mereka makan bersama.
Ami cangung. Sudah 6 bulan tidak contact sama sekali.
“Apa kabar?,”Ami mencoba bertanya
mencairkan suasana.
“Baik, kamu?,”Sahut Kevin.
“Baik”
Akhirnya Ami makan dengan hening.
Kevin juga hanya sibuk menatap HP-nya dan beberapa kali menerima telepon.
Tiba-tiba seorang gadis chinesse
dengan rambut bob sebahu menghampiri meja mereka.
“Ko Kevin.. how are you,”Mereka
cipika cipiki. “Tambah ganteng aja”
“Kamu juga tambah cantik.. masih
di SG?,”Tanya Kevin tertawa.
“Masih donk Ko.. Ma sapa kesini?
Ama Cici ya?,”Gadis itu tersenyum.
Kevin hanya menganguk.
“Ya udah ya Ko.. aku kesana dulu”
Gadis itu beranjak tanpa
memperhatikan keadaan Ami.
Ami meletakkan sendok garpunya
dengan hening. Kevin juga mengakhiri makannya.
“Seneng ketemu kakak lagi.. aku
cari Callysta dulu ya..makasih udah ditemenin makan,”Ujar Ami sambil berdiri
dan kemudian melangkah meninggalkan Kevin.
Ami berharap Kevin akan
menahannya pergi, tapi Kevin diam saja.
“Ami naik taksi beneran loh ya..
awas jangan naik bus lagi,”Ujar Callysta mewanti-wantinya entah sudah berapa
kali. Ami dengan manisnya hanya mengangguk-angguk.
Callysta tidak pulang ke kost,
ada Saudara yang mengajak menginap. Jadilah Ami hrus balik sendirian. Ami
melambai pada Callysta yang sudah masuk ke mobil. Ami hendak melangkah ketika
sebuah mobil mengklakson. Ami berhenti melangkah. Toyota Swift itu berhenti di
depannya. Kaca mobil diturunkan. Kevin.
“Pulang sama siapa?,”Tanya Kevin.
Ami menatap Kevin. Di kursi depan
ada gadis chinesse yang sangat cantik. Ami fikir itu Sherly. Tapi begitu
diperhatikan bukan. Wajahnya lebih oriental dengan rambut coklat diikat kuda.
Manis, simple dan sangat elegan
“Sendiri,”Jawab Ami pendek.
“Ku antar ya..,”Ajak Kevin.
Pintu belakang mobil terbuka. Ada
si chinesse bob tadi,”Ayo kakak”
Ami menggeleng,”Makasih Kak.. nggak
usah”
“Apa aku harus nyulik kamu?,”Ujar
Kevin.
Si bob turun dari mobil dan
menarik tangan Ami untuk masuk ke mobil.
Ami tak bisa menolak, karena antrian di belakang mobil Kevin sudah ada
3.
Mereka bertiga akrab sekali di
mobil. Ami diam saja, sibuk main HP membunuh rasa canggungnya.
“Kak.. baru jam 7.. karaokean yuk
kak..,”Ajak si Bob.
Si Bob memang termasuk aktif
ngobrol. Sementara yang duduk di depan cenderung diam.
“Ayo..,”Kevin menyetujuinya.
“Aku turun di halte depan aja
ya…,”Ujar Ami.
“Kakak ikut aja ah..ya
kak,”Lagi-lagi si Bob menarik-narik tangan Ami.
Ami meringis kecil.
“Nanti aku kemalaman de sampai
rumah,”Ujar Ami.
“Kan ada Kak Kevin yang antar”
“Tapi..”
Ami akhirnya sudah duduk di dalam
ruang karaoke 15 menit kemudian. Si Bob memegang tangannya terus seolah takut
Ami kabur.
Si Bob dan temannya bernyanyi
berulang kali. Kevin merekam mereka nyanyi. Ami duduk saja sebagai nonton.
“Kak.. ayo nyanyi..,”Ajak si bob.
Ami ditarik ke tengah ruangan.
“Aduhh suara aku jelek de,”Ujar
Ami.
“Nggak apa-apa kak.. ayo kak
sekali aja”
“Emhh… apa ya.. asher aja
mungkin.. try”
If I ask you to stay would you
show me the way…. it’s time for us to make a move... I will try for your love…
Ami mengakhiri lagunya. Pipinya
memerah. Mereka bertiga bertepuk tangan.
“Kak Kevin sekarang yang nyanyi”
“Oke”
“You could be my unintended
choice... I will be there as soon as I can, “
Ami menikmati lagu itu.
Muse-Unintended. Salah satu lagu favoritnya. Tanpa sadar Ami ikut bernyanyi.
Kevin menarik Ami untuk ikut berdiri dan bernyanyi.Wajah Ami memerah, menaik
tangannya dan ingin duduk lagi. Tapi Kevin menahannya. Justru menarik Ami
dengan kuat membuat Ami seolah dalam pelukan Kevin.
Wajah Ami tambah memerah.
“Ciee…,” Koor dua anak chinesse.
“Kak.. ah.. aku malu,”Ami berkata
pelan.
“I love you,”Kevin justru
berbisik ke Ami.
Ami tertegun. Bingung dan
entahlah perasaan apa Ami tak bisa mengucapkannya.
“Kak Sherly..,”Lirih Ami sembari
menunduk ketika bayangan tunangan Kevin melintas di benaknya.
“Forget it…. Finally, I know what
I want, what I love.,”Tiba-tiba saja Kevin mencium bibir Ami.
Ami menatap mata Kevin hanya 1 cm
darinya.
“Cieee…,”Koor itu lagi. “Jadian..
jadian..”
Ami tambah memerah.. sungguh…
malu sekali !!!!!!
Ami diam menatap rintik hujan di
kaca mobil. Kevin sedang menelepon. Dua anak chinesse tadi sudah sampai rumah.
Sementara Ami adalah yang paling jauh, ada di lingkar luar Jakarta.
“Aku putus sama Sherly. Dari awal
aku nggak menyukainya. Aku menganggap dia sebagai adik saja. Tapi Mama malah
beranggap lain. Mama kemudian menyuruh kami untuk bertunangan. Tentunya dengan
pemaksaan.
Tapi akhirnya aku mencoba lebih
terbuka pada ortu setelah aku bertemu kamu waktu itu. To see the real of you.
It was changed everything. Aku merasa aku harus memperjuangkannya. Awalnya mama
marah banget. Sampai ngambek gitu. Masuk Rumah Sakit. Tapi akhirnya Mama
kasihan juga lihat aku waktu akhirnya aku sakit juga sampai dirawat dan disaat
itu kata Mama aku ngigau dan sebut nama kamu terus”
Ami mengingat setiap kata yang
Kevin ucapkan tadi. Setengah jam yang lalu tepatnya.
“De..,”Panggil Kevin.
“Emh…,”Ami menoleh.
“Kamu laper nggak?,”Tanya Kevin
tersenyum. “Mumpung maih di rest area nich”
“Udah malam kak..,”Ujar Ami.
“Nggak apa-apa.. aku justru nggak
pengen tidur dan nggak pengen malam ini berlalu”
“Apaan sih..,”Tawa Ami.
“Beneran..,”Kevin menatap Ami dan
berkata lembut.
Ami hanya tersenyum kecil. “Ya
udah.. tidur aja di mobil”
“Oke ku antar kamu pulang dech
daripada kamu sakit karena tidur di mobil,”Kata Kevin mulai menyalakan mesin mobil”
Ami hanya tersenyum kecil.
Mobil keluar dari rest area menembus gerimis
jalan tol.
“Aku pengen ke Bandung,”Ujar Ami.
“Ke Bandung?”
“He’em.. jalan-jalan disana…
rumah ortu Kakak di Bandung kan?,”Tanya Ami.
“Kamu mau main ke rumah?,”Tanya
Kevin.
“Nggak perlu buru-buru juga kali
kak,”Tawa Ami.
“Kalau gitu aku yang main ke
rumah kamu ya.. to meet your mother.,”Ujar Kevin.
Ami menatap Kevin, melihat
kesungguhan di matanya.
“Marry me Ami.. nothing can
change you..,”Ujar Kevin diantara gerimis dan jalan toll.
“Can you say it in the better
place?,”Tawa Ami. “In the middle of rain and in the journey”
“Sorry..,”Ujar Kevin pelan. “Aku
hanya terlalu bahagia sekarang. Terlalu memikirkan begitu banyak waktu yang
terbuang kemarin”
“Yup…”
“Yup? For what?”
“I also so love you.. and Ican’t
stop to thinking about you,”Ami menunduk. Pipinya memerah.
Tangan kiri Kevin meraih tangan
Ami. Menggengamnya.
************* END
*************
Written By : Ima
Cikarang, 9 : 02 AM. (20 Mei
2015)
Life is amazing right?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar