Kamis, 30 Juli 2015

CERPEN : I LOVE YOU



I Love You
Bukankah waktu adalah keajaiban,yang setiap detiknya penuh kejutan.

“Emh…”
“Pulang sekarang?,”Callysta mengulang lagi tanyanya.
“Emh..”
“Pulang sekarang?,”Kali ini Callysta mengulang lagi pertanyaanya + mememgang HVS, menutupi layar computer Ami.
Ami setengah cemberut, tapi pandangannya teralih pada Callysta.
“Aku lembur. Report ini mau dibawa Bos besok pas meeting,”Ami menatap Callysta.
“Kamu kan bisa bilang dari tadi Ami.. aku kan nungguin. Udah kelarin di rumah aja,”Ujar Callysta cemberut.
“Aku nggak konsen kalau di rumah,”Ujar Ami.
Callysta menghembuskan nafas kesal.”Ya udah, pulang sebelum jam 8,”Callysta berjalan meninggalkan meja Ami.
“Oke..,”Ami menjawab pelan melihat pintu ruangannya ditutup.

Ami pulang terlambat. Pukul 10 malam dan Callysta sudah terlelap dengan boneka beruang ungunya. Besok pagi Callysta pasti ngambek.
Sudah 6 bulan mereka kost bareng setelah satu minggu sejak Ami kerja sebagai sekretaris di kantor. Callysta sendiri bekerja sebagai marketing. Yah paras ayunya membuat dia mudah menarik customer. Jurus pamungkasnya adalah melakukan janji temu untuk membicarakan produk. Purchasing pria mana yang tidak klepek-klepek melihat penampilannya.
Ami gila kerja dan pulang selalu telat. Karena itulah meskipun satu kantor dan satu kost mereka jarang pulang pergi bareng. Ami bahkan menduplikat kuncinya karena dia sungkan membangunkan Callysta yang selalu sudah terlelap ketika pukul 9 malam. 
Ami menghempaskan tubuhnya ke sofa dan mengeluarkan HPnya dari tas. Meskipun telah lelah bekerja, Ami tidak bisa langsung tidur. Dia memainkan HP-nya, membaca beberapa pesan dari Grup BBM yang belum dibacanya, membaca beberapa pesan Whats App dari teman-temannya dan E-Mail. Untuk yang terakhir di buka Ami menghela nafas. Ini sudah 3 bulan, pesannya tak pernah dibalas. Dan Ami masih berharap. Masih menunggu pesannya dibalas. Meski mungkin itu terlihat harapan kosong.
Ami membaca pesan-pesan lamanya. Mengenangnya lagi.
“Great Ami…,”Bossnya bicara ketika sudah di mobil. Mereka baru saja selesai meeting.
“Terima kasih Pak,”Ami tersenyum kecil.
“Oh iya.. saya mau ketemu teman dulu ya.. kamu ikut saja ya sekalian saya kenalin,”Ujar Bossnya. “Dia muslim juga, adik kelas dulu di luar”
“Iya Pak,”Ami hanya menjawab pendek dan sopan.
Punya Boss Muda itu menyenangkan karena sangat respect, umur Bossnya bahkan belum 30 tahun dan belum menikah. Ami suka tertawa kecil jika Callysta bergurau bahwa dia mau kok married sama si Boss. Tentu Callysta dan si Boss bisa saja pacaran, mereka se-agama, satu gereja pula. Tapi sayangnya meski belum menikah, si Boss sudah punya tunangan.
Mobil berhenti di parkiran sebuah Mall. Ami mengekor si Boss turun dari mobil, lalu melangkah masuk ke Mall.
Sebuah panggilan telepon berbunyi. Mama.
“Hallo Ma..”
Ami terlalu focus pada teleponnya sehingga tidak memperhatikan langkahnya telah behenti di sebuah restoran fast food. Si Boss sedang ber toast ria dengan temannya.
 Ami sedang mengantongi HPnya ketika si Boss memeperkenalkannya.
“Ami ini Kevin, adik kelas waktu di Singapura”
 And time is about surprise. Ami kaget menyadari wajah di depannya. Wajahnya memucat seketika.
“Kevin,”Sahabat si Boss mengulurkan tangannya dengan santai. Tidakkah ia mengingat wajah Ami?
“Ami”
Wajah itu tetap datar dan tenang, dan 2 menit kemudian Ami tahu kenapa Kevin sedatar itu.
“Sherly..,”Si Boss menyapa cewek cantik yang muncul dari arah pintu.
“Hi Koko.. apa kabar?,”Mereka bersalaman dengan hangat. “Sama Ci Angel?”
“Nggak aku baru selesai meeting, oh iya kenalin sekretarisku, Ami”
Ami menjabat tangan Angel, mencoba tenang dan rileks.
Makanan dipesan. Ami hanya duduk dalam diam memainkan HP-nya, tak mengerti pembicaraan mereka. It’s okay about English, but mandarin.. Ami angkat tangan.
“Kapan kalian married?,”Tanya Boss Ami.
“Koko duluan aja lah,”Kevin menjawab tertawa,
“Kalian duluan juga nggak apa-apa….udah kompak banget nich kalian berdua.. cocok banget”
“Nggak kok Ko.. kita masih saling memahami.,”Angel menjawab dengan tawa kecil.
Ami menarik nafas pelan. Menyakitkan. Apa-apaan ini? Dia tidur jam 3 pagi dan bangun saat Subuh, dia butuh istirahat dan sekarang malah mengalami kejadian tidak terduga.
Ami ijin ke kamar mandi. Pada akhirnya dia menarik nafas berta ketika pintu kamar mandi tertutup. I need 5 minutes to cry now, kata Ami dalam hati.

How amazing all of these feelings
Ami masih mengingatnya. Itu setahun yang lalu. Tapi sejak kalimat itu diucapkan  2 bulan kemudian, semuanya perlahan berubah. Ami lost contact dengan Kevin. Tapi kemudian Kevin muncul lagi tapi mulai malas membalas inboxnya.  I don’t need your love. It’s enough for me if you want still to be my friend. Ami sudah mengatakannya. Tapi entahlah, Kevin tak pernah meresponnya. Ami masih berharap, hingga hari ini. Tapi mungkin cukup. Bukankah keberadaan Sherly sudah menjelaskan semuanya.
Ami menyeka matanya yang basah, memperhatikan pantulan wajanya di cermin. Memastikan bahwa wajahnya tidak lagi terlihat sedih.

“Lumayan lama kamu Ami”
“Maaf Pak, antri”
“Kamu tidak usah terlalu formal disini, hahahha,”Tawa Bossnya.
Mereka ngobrol seru lagi. Ami mlirik jam-nya resah.
“Buru-buru pulang?,”Si Boss memecah kesunyian Ami.
“Ah.. saya ijin pulang duluan bagaimana?,”Tanya Ami.
“Kamu naik taksi saja, nanti transportnya diganti perusahaan,”Ujar Si Boss.
“Baiklah Pak, saya permisi dulu,”Ami segera beranjak.
“Hati-hati ya Ami”

Bukannya naik taksi Ami malah duduk saja di halte. Memperhatikan keramaian di depannya. Jalanan ibu kota yang macet di jam-jam pulang kerja.
“Hallo Ami,”Sebuah suara menyapanya.
Kevin. Dengan topi hitam telah duduk di samping Ami. Ami kaget. Dia menggeser duduknya.
“Aku tauk kamu masih disini..,”Ujar Kevin lagi.
Ami diam saja, mencoba mengabaikannya.
“Maaf Ami.. aku penah bilang kan … you are the sweetiest girl I ever find…,”Ujar Kevin tetap bicara dengan tenang. “….and till now”
“Maaf Ami… kamu lihat kan,, dia Sherly anak relasi papaku..”
“Aku nggak butuh penjelasan apapun kak..,”Ujar Ami pelan.
“Kamu memang nggak membutuhkannya.. tapi kamu menginginkannya”
“Ak nggak INGIN penjelasan apapun,”nada suara Ami bergetar. “Kenapa aku perlu penjelasan? Aku bukan siapa-siapa di hidup kakak”
Ami sudah berdiri dari duduknya ketika tangannya digenggam erat oleh Kevin.
“Lepasin,”Ami mencoba mengibaskan tangannya.
Tapi Ami tahu inilah sesungguhnya yang dia inginkan. Genggaman tangan Kevin yang membuat Ami tahu kini dia dekatnya. Sebentar saja untuk menyentuhnya.
Kevin memeluk Ami. Muka Ami memerah. Ini di tempat umum.
“Kak..,”Ami mendorong Kevin.
Kevin menatapnya datar. Entah Ami tak bisa membaca pikiran Kevin. Tiba-tiba saja Kevin menarik tangannya dan menyetop taksi. Ami bengong saja.

“Kemana?,”Tanya Pak Sopir.
Kevin menjawabnya dengan cepat. Entah Ami tak tahu tempat yang Kevin tuju.
Ami diam saja. Merasakan tangannya masih digenggam Kevin. Dan genggaman itu dilepas ketika HP Kevin berbunyi.
Kevin bicara dalam bahasa mandarin. Dan sudah pasti Ami tak mengerti. Tapi nada suara Kevin terdengar dingin dan marah.
Taksi berhenti di depan sebuah apartemen. Ami tambah bingung. Tapi entah mengapa kakinya hanya mengekor saja langkah Kevin. Punggung tegap Kevin seolah menghipnotisnya.
Pintu coklat didepannya terbuka. Kamar 308. Ami menatap  punggung Kevin yang menjauh melangkah ke dalam kamar. Sementara Ami hanya terpaku saja., berdiri diam di depan pintu.
“Masuk,”Ujar Kevin menatap Ami.
Ini gila, batin Ami. Pukul 5 sore dan dia ada di apartemen laki-laki yang baru ditemuinya.
Kevin menarik Ami. Pintu tertutup. Kevin mendekatkan wajahnya ke Ami. Wajah Ami memerah seperti kepiting rebus. Ami memalingkan wajahnya. Kevin mengangkat wajahnya.
“Katakan sekarang,”Ujar Kevin.
“Apa?,”Ami menatap Kevin bingung .
“Sekarang kita cuma berdua kan…,”Wajah Ami memerah. “Katakan saja semuanya. Apapun itu.. karena mungkin kita nggak akan pernah ketemu lagi”
Ami sedih mendengar kalimat terakhir Kevin. Terakhir? Awal dan akhir begitukah?
Ami sudah 3 tahun menegnal Kevin lewat social media. Tidak pernah ketemu muka tapi sering chat intens selama 2 tahun. Tidak pernah telepon juga . Sarana ngobrol nya hanya lewat email. Tapi Perasaan itu tetap terlalu kuat. Cinta tak pernah memberi penjelasan bagaimana ia datang. Tapi ketika pertama kali melihat wajah dihadapannya, Ami tahu ia tak salah orang. Wajah itu sama persis dengan potret yang selalu dilihat di layar HP maupun laptopnya.
“Ya.. aku bodoh. Padahal banyak orang mengatakan jangan pernah percaya dengan dunia maya,”Ami akhirnya bicara.
Kevin masih menatap Ami.
“Tidak ada yang ingin ku bicarakan lagi. Permisi, aku pulang,”Ami hendak berbalik menyentuh gagang pintu dan membukanya ketika Kevin menarik Ami. Memeluknya.
“Lepasin..,”Ami meronta.
“Sebentar saja. 5 menit saja,”Ujar Kevin pelan.
Ami berhenti meronta. Apakah aku terlihat murahan?,kata hati Ami.
Tanpa sadar Ami menangis. Menggigit bibir bawahnya.
Kevin merasakan kaus depannya basah. Dan mendengar sesenggukan kecil Ami. Kevin membelai rambut Ami. “Maaf,”Bisiknya.
“Stop to say sorry with me. It doesn’t matter how hard I try, it was happened,”Lirih Ami. “Aku terlanjur membiarkan perasaan bodoh itu ada”
Kevin tersentak, ‘perasaan bodoh’, itu adalah emailnya beberapa bulan lalu. Kevin telah  menyakiti Ami.
“Maaf De, aku hanya tidak ingin menyakitimu dengan perasaan bodoh ini”
Itu adalah email Kevin dulu.
“Apa itu menyakitkanmu De ?,”Tanya Kevin.
“Tidak. Ku biarkan menikmati perasaan ini sendiri. Kakak harusnya tidak perlu tahu. Sudahlah Kak… let me go…,”Ami perlahan melepas pelukan Kevin.
Tangan Kevin masih setengah memeluk.
“Ini apartemen kakak? Yang dulu kakak pernah ceritain?,”Ami mencoba tersenyum mengalihkan pembicaraan. “Nggak nyangka pertama kalinya ketemu kakak langsung diajak kesini”
“I love you so much and I miss you so much,”Tiba-tia Kevin mencium bibr Ami singkat. Ami kaget dan langsung mendekap mulutnya.
“Maaf atas kegoisanku.. you still have a place in my heart… always..,”Ujar Kevin.
“No..,”Ami menunduk. “Jangan.. kak Sherly akan marah jka dia tahu…. Buang semua perasan bodoh kakak”
“Aku dan Sherly dijodohin de.. jujur perasanku masih untukmu. Maaf aku tak pernah membalas emailmu, meski aku selalu membacanya.  Aku menunggu emailmu selalu. Aku tak ingin menyakitimu jika aku selalu membalas emailmu. Aku tidak ingin membuatmu berharap banyak padaku”
“Aku pernah mengatakannya kan kak… anggap aku sebagai temanmu.. cara kamu menghindariku tanpa penjelasan itu menyakitiku,”Ujar Ami.
Kevin menatap Ami, “Apa aku sangat egois?”
Ami menatap bola mata Kevin. Menarik nafas sejenak,”Ya. Sangat egois. Kakak menikmati perasaan kakak sendirian tanpa pernah membaginya padaku. Dan ketika aku memahaminya kakak pergi begitu saja tanpa kata-kata. Bahkan dengan mudahnya Kakak hendak pergi begitu saja, membuatku bertanya terus tentang seluruh perasaan ini. Dan… ketika aku telah terlanjur tak sanggup menghentikan perasaan ini, kakak tak pernah peduli, sedikitpun.Kakak sangat egois.. ya sangat egois.. kakak hanya menjaga perasaan kakak sendiri.. semua yang kakak lakukan dengan alasan tidak untuk menyakitiku, nyatanya telah menyakitiku”
Kevin melihat tubuh Ami bergetar mengatakan itu semua.
“Maaf Ami,”Kevin meraih Ami lagi dalam pelukannya.



Cinta jangan kau pergi tinggalkan aku sendiri, terluka olehmu
Cinta jangan kau pergi sisakan hanya air mata, sunyi dan sepi
Sunyi dan sepi

Ami hanya menatap hampa jalanan di sampingnya. Awal dan akhir pertemuannya dengan Kevin sudah terjadi. Tak akan pernah ada lagi tentang Kevin. Semua sudah terjadi dengan begitu jelas di depan matanya.
Ami mendorong pelukan Kevin dan segera berlari keluar meninggalkan Kevin,  tanpa pernah menoleh dan menangis di dalam bus.entah sedang sial atau bagaimana, bus yang ditumpanginya memutar lagi Signy-Sepi. Lagu patah hati itu memang favorit Ami. Tapi entah mengapa malam ini, lagu ini membuatnya seperti keran jebol. Air matanya makin menjadi. Untung saja Ami bawa masker.
HPnya sejak tadi berbunyi. Ada email masuk. Sepertinya Kevin. Sudah cukup. Kenapa bunyi email masuk itu baru hari ini, ketika dia tahu semuanya sudah berakhir. Ami merasa lelah menangis. Ia mulai merasa sedikit tertidur. Bus masih melaju menembus hujan di malam hari.
BRUKKK… Ada sebuah benturan cukup keras. Ami terbangun kaget. Tapi kemudian yang Ami sadari ada rasa sakit mengenai tubuhnya. Sebuah benturan. Suara teriakan memnuhi sekelilingnya. Ami panic. Kecelakaan? Ami hendak bangun. Ibu-ibu di kursi sampingnya sudah menangis panic. Kaki ibu itu terjeput kursi belakang. Bus seperti terguling, Ami tak tahu apa yang terjadi, yang ia tahu semuanya gelap kemudian.

Ami merasakan sesuatu mengganjal di hidungnya ketika matanya terbuka. Ami menyentuhnya. Selang oksigen dan tangannya terinfuse. Kecelakaan, Ami teringat. Dia sendirian. Tasnya tergeletak di meja samping tempat tidur. Rusak. Tergores. Padahal tas itu baru dibelinya 2 minggu lalu. Dengan menahan sakit Ami meraih tasnya, mengecek isi tasnya dan menemukan HP-nya masih ada dan kondisinya lumayan baik. Ami membuka selimutnya memastikan kakinya tidak hilang seperti di film-film. Hanya di gips, Ami menghela nafas. Tangan Kanannya diperban. Kepalanya juga. 
Tirai terbuka. Wajah Callysta. Callysta langsung histeris menghampiri Ami.
“Ami.. ya ampun.. gue khawatir banget. Gue takut banget loe kenapa-kenapa.. gue kan suka marahin elo,”Ujar Callysta memeluk Ami.
“Aw.. Sakit..,”Ami meringis. Pelukan Callysta terlalu kuat.
“Maaf,”Ujar Callysta.
“Kok elu tauk gue disini,”Tanya Ami.
“Nggak tauk kenapa, malam ini gue nggak bisa tidur, terus gue liat di TV ada kecelakaan. Dan ada nama elu.. terus gue telepon polisi.. dan itu beneran elu,”Ujar Callysta.
“Kamu naik apa kesini Ta?,”Tanya Ami.
“Naik Taksi”
“Gue besok nggak bisa kerja dech.. tapi jangan bilang boss gue kecelakaan ya.. BTW Makasih ya Ta elu udah kesini nemenin gue”

Callysta kemali ke kost-an jam 6 pagi tadi. Dia berjanji sore ini akan ke Rumah Sakit. Ami meminta rawat inapnya di pindah ke Rumah Sakit terdekat dengan kost-annya. Tapi ditolak karena kaki Ami akan dioperasi nanti malam. Ami menikmati siang hari sendirian. Susah payah bergeser mengambil makanan dan minuman di meja. Ami membuka HPnya. Menemukan banyak email Kevin. Ami hendak langsung mendeletenya. Tapi diurungkannya dan memaca satu persatu emailnya.
Please de, I am sorry. I can’t stop thinking about you. Till now I can’t close my eyes. Give me your number please. I just want to hear your voice, although it’s just “hallo”
Ami membaca email terakhir Kevin. Pukul 3 pagi. Ami menghela nafas.

Ami bosan. Terbangun pukul 3 sore dan sendirian. Ami haus. Menggeser badannya meraih botol minuman di meja ketika tirai kamarnya di buka. Wajah itu. Ami membeku. Kevin.
Datar dan tenang Kevin, membantu mengambilkan Ami minum.
“Kakak kenapa disini?,”Ami mencoba bersikap biasa saja.
“Kamu baik-baik aja kan?,”Kevin memegang tangan Ami dan mentapnya khawatir.
Ami menganguk. “Kakak sama siapa kesini? Kok tahu aku disini?,”Tanya Ami.
Kevin diam saja. Hanya diam menatap Ami. Dia shock ketika Ko Chandra mengatakan Ami sedang dirawat karena kecelekaan. Kevin langsung menanyakan dimana dan kapan dan bergegas ke Rumah Sakit.
“Aku nggak akan bunuh diri karena patah hati sama kakak,”Ujar Ami bercanda seolah membaca pikiran Kevin.
Kevin menghela nafas. “Udah makan?”
Ami mengangguk.
Suasana hening. Kevin hanya menatap Ami. Ami malu dilihat terus. Dia pura-pura sibuk memainkan HPnya.
Tiba-tiba suster datang.
“Mbak check tensi dulu yaa,”Ujar Suster itu, Ami mengangguk.
Kevin bergeser ke pinggir, bersandar pada tembok.
“Sust.. nanti malam jadi ya operasinya?,”Tanya Ami.
“Iya mbak, sekitar pukul 7…”
“Sakit nggak ya sust?,”Tanya Ami khawatir. Ini pertama kalinya dia operasi.
Susternya tersenyum. “Kan dibius mbak… tenang saja.. “
Pemeriksaan selesai. Suster berlalu.
“Kamu mau operasi de?,”Tanya Kevin.
Ami mengangguk dan tersenyum kecil.
“Operasi apa?,”Nada suara Kevin khawatir.
“Kakiku patah,”Ami Menyibak selimutnya.
“Sakitkah?,”Tanya Kevin.
“Lebih sakit dicuekkin kakak,”Ami menjawab bercanda.
“Cepet sembuh ya cantik,”Kevin berkata lembut sambil mengusap rambut Ami.
Pipi Ami memerah. How sweet this moment, kata hati Ami.

Thanks God, for this opportunity.
Ami menatap wajah Kevin yang terlelap di samping ranjangnya. Kevin sangat setia menunggu Ami operasi. Kebetulan Callysta tidak jadi datang karena dia harus segera ke Bandung, neneknya meninggal. Ami bersyukur ada Kevin yang setidaknya menemaninya.
Senang menatapmu ada disampingku, meskipun aku harus sakit
Senang menatapmu walau hanya sebentar, karena tetap kamu harus kembali padanya
Kata hati Ami.

“Amiiii.. senang lihat kamu di rumah lagi,”Callysta memeluknya.
Ami membalas pelukan Callysta. Sudah 5 hari dia menginap di Rumah Sakit. Dan sekarang nyaman sekali kembali ke Rumah.
Dan sedih juga, ini benar-benar terakir kalinya bertemu Kevin. Kevin menemuinya di Rumah Sakit sebentar ketika Ami berkemas. Dia memeluk Ami dan mencium kening Ami. Ami mengerti, tatapan Kevin terluka. Begitupun Ami, dia seperti tak rela ini berakhir. Lama Ami menunggu bertemu Kevin. Dan ternyata semua harus berakhir secepat ini.
I should start my new beginning.


“Kevin… why… “
“Sorry, Sher..”


Ami mematut dirinya di cermin lagi. Kebaya biru itu sedikit longgar di badannya yang mungil sebenarnya Ami  malas memakai kebaya. Bukan tidak cinta Indonesia, tapi Ami memang tidak suka baju yang ribet. Tapi Kebaya ini harus dipakainya mau tidak mau, suka tidak suka. Ini adalah seragam untuk menghadiri acara pernikahan si Boss.
Ami berpisah dari rombongan. Ia menuju jejeran makanan berat. Ami tidak terlalu menyukai kue manis. Sementara Callista dkk hendak mencoba kue.
Ketika Ami hendak mengambil nasi, tangannya bersamaan dengan uluran tangan oran lain, Ami mengangkat wajahnya, mencari tahu si pemilik tangan.
Mata Ami membulat kaget. Kevin.
Kevin juga kaget.
Akhirnya mereka makan bersama. Ami cangung. Sudah 6 bulan tidak contact sama sekali.
“Apa kabar?,”Ami mencoba bertanya mencairkan suasana.
“Baik, kamu?,”Sahut Kevin.
“Baik”
Akhirnya Ami makan dengan hening. Kevin juga hanya sibuk menatap HP-nya dan beberapa kali menerima telepon.
Tiba-tiba seorang gadis chinesse dengan rambut bob sebahu menghampiri meja mereka.
“Ko Kevin.. how are you,”Mereka cipika cipiki. “Tambah ganteng aja”
“Kamu juga tambah cantik.. masih di SG?,”Tanya Kevin tertawa.
“Masih donk Ko.. Ma sapa kesini? Ama Cici ya?,”Gadis itu tersenyum.
Kevin hanya menganguk.
“Ya udah ya Ko.. aku kesana dulu”
Gadis itu beranjak tanpa memperhatikan keadaan Ami.
Ami meletakkan sendok garpunya dengan hening. Kevin juga mengakhiri makannya.
“Seneng ketemu kakak lagi.. aku cari Callysta dulu ya..makasih udah ditemenin makan,”Ujar Ami sambil berdiri dan kemudian melangkah meninggalkan Kevin.
Ami berharap Kevin akan menahannya pergi, tapi Kevin diam saja.

“Ami naik taksi beneran loh ya.. awas jangan naik bus lagi,”Ujar Callysta mewanti-wantinya entah sudah berapa kali. Ami dengan manisnya hanya mengangguk-angguk.
Callysta tidak pulang ke kost, ada Saudara yang mengajak menginap. Jadilah Ami hrus balik sendirian. Ami melambai pada Callysta yang sudah masuk ke mobil. Ami hendak melangkah ketika sebuah mobil mengklakson. Ami berhenti melangkah. Toyota Swift itu berhenti di depannya. Kaca mobil diturunkan. Kevin.
“Pulang sama siapa?,”Tanya Kevin.
Ami menatap Kevin. Di kursi depan ada gadis chinesse yang sangat cantik. Ami fikir itu Sherly. Tapi begitu diperhatikan bukan. Wajahnya lebih oriental dengan rambut coklat diikat kuda. Manis, simple dan sangat elegan
“Sendiri,”Jawab Ami pendek.
“Ku antar ya..,”Ajak Kevin.
Pintu belakang mobil terbuka. Ada si chinesse bob tadi,”Ayo kakak”
Ami menggeleng,”Makasih Kak.. nggak usah”
“Apa aku harus nyulik kamu?,”Ujar Kevin.
Si bob turun dari mobil dan menarik tangan Ami untuk masuk ke mobil.  Ami tak bisa menolak, karena antrian di belakang mobil Kevin sudah ada 3.
Mereka bertiga akrab sekali di mobil. Ami diam saja, sibuk main HP membunuh rasa canggungnya.
“Kak.. baru jam 7.. karaokean yuk kak..,”Ajak si Bob.
Si Bob memang termasuk aktif ngobrol. Sementara yang duduk di depan cenderung diam.
“Ayo..,”Kevin menyetujuinya.
“Aku turun di halte depan aja ya…,”Ujar Ami.
“Kakak ikut aja ah..ya kak,”Lagi-lagi si Bob menarik-narik tangan Ami.
Ami meringis kecil.
“Nanti aku kemalaman de sampai rumah,”Ujar Ami.
“Kan ada Kak Kevin yang antar”
“Tapi..”
Ami akhirnya sudah duduk di dalam ruang karaoke 15 menit kemudian. Si Bob memegang tangannya terus seolah takut Ami kabur.
Si Bob dan temannya bernyanyi berulang kali. Kevin merekam mereka nyanyi. Ami duduk saja sebagai nonton.
“Kak.. ayo nyanyi..,”Ajak si bob.
Ami ditarik ke tengah ruangan.
“Aduhh suara aku jelek de,”Ujar Ami.
“Nggak apa-apa kak.. ayo kak sekali aja”
“Emhh… apa ya.. asher aja mungkin.. try”

If I ask you to stay would you show me the way…. it’s time for us to make a move... I will try for your love…
Ami mengakhiri lagunya. Pipinya memerah. Mereka bertiga bertepuk tangan.
“Kak Kevin sekarang yang nyanyi”
“Oke”
“You could be my unintended choice... I will be there as soon as I can, “
Ami menikmati lagu itu. Muse-Unintended. Salah satu lagu favoritnya. Tanpa sadar Ami ikut bernyanyi. Kevin menarik Ami untuk ikut berdiri dan bernyanyi.Wajah Ami memerah, menaik tangannya dan ingin duduk lagi. Tapi Kevin menahannya. Justru menarik Ami dengan kuat membuat Ami seolah dalam pelukan Kevin.
Wajah Ami tambah memerah.
“Ciee…,” Koor dua anak chinesse.
“Kak.. ah.. aku malu,”Ami berkata pelan.
“I love you,”Kevin justru berbisik ke Ami.
Ami tertegun. Bingung dan entahlah perasaan apa Ami tak bisa mengucapkannya.
“Kak Sherly..,”Lirih Ami sembari menunduk ketika bayangan tunangan Kevin melintas di benaknya.
“Forget it…. Finally, I know what I want, what I love.,”Tiba-tiba saja Kevin mencium bibir Ami.
Ami menatap mata Kevin hanya 1 cm darinya.
“Cieee…,”Koor itu lagi. “Jadian.. jadian..”
Ami tambah memerah.. sungguh… malu sekali !!!!!!

Ami diam menatap rintik hujan di kaca mobil. Kevin sedang menelepon. Dua anak chinesse tadi sudah sampai rumah. Sementara Ami adalah yang paling jauh, ada di lingkar luar Jakarta.
“Aku putus sama Sherly. Dari awal aku nggak menyukainya. Aku menganggap dia sebagai adik saja. Tapi Mama malah beranggap lain. Mama kemudian menyuruh kami untuk bertunangan. Tentunya dengan pemaksaan.
Tapi akhirnya aku mencoba lebih terbuka pada ortu setelah aku bertemu kamu waktu itu. To see the real of you. It was changed everything. Aku merasa aku harus memperjuangkannya. Awalnya mama marah banget. Sampai ngambek gitu. Masuk Rumah Sakit. Tapi akhirnya Mama kasihan juga lihat aku waktu akhirnya aku sakit juga sampai dirawat dan disaat itu kata Mama aku ngigau dan sebut nama kamu terus”
Ami mengingat setiap kata yang Kevin ucapkan tadi. Setengah jam yang lalu tepatnya.
“De..,”Panggil Kevin.
“Emh…,”Ami menoleh.
“Kamu laper nggak?,”Tanya Kevin tersenyum. “Mumpung maih di rest area nich”
“Udah malam kak..,”Ujar Ami.
“Nggak apa-apa.. aku justru nggak pengen tidur dan nggak pengen malam ini berlalu”
“Apaan sih..,”Tawa Ami.
“Beneran..,”Kevin menatap Ami dan berkata lembut.
Ami hanya tersenyum kecil. “Ya udah.. tidur aja di mobil”
“Oke ku antar kamu pulang dech daripada kamu sakit karena tidur di mobil,”Kata Kevin mulai menyalakan mesin mobil”
Ami hanya tersenyum kecil.
 Mobil keluar dari rest area menembus gerimis jalan tol.
“Aku pengen ke Bandung,”Ujar Ami.
“Ke Bandung?”
“He’em.. jalan-jalan disana… rumah ortu Kakak di Bandung kan?,”Tanya Ami.
“Kamu mau main ke rumah?,”Tanya Kevin.
“Nggak perlu buru-buru juga kali kak,”Tawa Ami.
“Kalau gitu aku yang main ke rumah kamu ya.. to meet your mother.,”Ujar Kevin.
Ami menatap Kevin, melihat kesungguhan di matanya.
“Marry me Ami.. nothing can change you..,”Ujar Kevin diantara gerimis dan jalan toll.
“Can you say it in the better place?,”Tawa Ami. “In the middle of rain and in the journey”
“Sorry..,”Ujar Kevin pelan. “Aku hanya terlalu bahagia sekarang. Terlalu memikirkan begitu banyak waktu yang terbuang kemarin”
“Yup…”
“Yup? For what?”
“I also so love you.. and Ican’t stop to thinking about you,”Ami menunduk. Pipinya memerah.
Tangan kiri Kevin meraih tangan Ami. Menggengamnya.
************* END *************
Written By : Ima
Cikarang, 9 : 02 AM. (20 Mei 2015)
Life is amazing right?





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar